Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Raih Tiket Final Piala Thomas 2024, Jojo: Fajar/Rian Penentu
Olahraga
21 jam yang lalu
Indonesia Raih Tiket Final Piala Thomas 2024, Jojo: Fajar/Rian Penentu
2
Meski Cerai, Ria Ricis dan Teuku Ryan Tetap Jaga Hubungan Baik
Umum
23 jam yang lalu
Meski Cerai, Ria Ricis dan Teuku Ryan Tetap Jaga Hubungan Baik
3
Lawan Chinese Taipei, Fajar/Rian Tambah Keunggulan Indonesia 2-0
Olahraga
22 jam yang lalu
Lawan Chinese Taipei, Fajar/Rian Tambah Keunggulan Indonesia 2-0
4
Ed Sheeran Pilih Fokus Tur, Belum Mau Rilis Lagu Baru Tahun Ini
Umum
23 jam yang lalu
Ed Sheeran Pilih Fokus Tur, Belum Mau Rilis Lagu Baru Tahun Ini
5
Brad Pitt Kepergok Jalan Bareng Ines De Ramon di Pantai Santa Barbara
Umum
23 jam yang lalu
Brad Pitt Kepergok Jalan Bareng Ines De Ramon di Pantai Santa Barbara
6
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
8 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai

Kata Pakar, Tsunami Tak Selalu Didahului Surutnya Air Laut

Kata Pakar, Tsunami Tak Selalu Didahului Surutnya Air Laut
Foto dari udara memperlihatkan sejumlah bangunan rusak usai dilanda gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). (lp6c)
Selasa, 02 Oktober 2018 11:43 WIB
JAKARTA - Gempa besar diiringi gelombang tsunami dahsyat sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Dua tsunami terbesar di Tanah Air adalah yang terjadi Aceh pada 2004 dan Banda Naera pada 1674. Ketinggian gelombang pada tsunami di Aceh mencapai 94 meter.

Dikutip dari liputan6.com, ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Abdul Muhari mengatakan, tsunami biasanya didahului gempa.

''Sebenarnya, tsunami warning itu ya gempanya sendiri. Tidak perlu menunggu BMKG, tidak perlu mengandalkan sistem peringatan dini BMKG. Indikatornya, kalau ada gempa tidak berhenti selama 2 menit, langsung lari menjauh dari pantai,'' kata Abdul Muhari kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin 1 Oktober 2018.

Menurut dia, peringatan tsunami tercepat yang dilakukan BMKG, melalui televisi. Namun, ketika gempa terjadi, masyarakat bakal langsung keluar rumah menghindari bangunan dan pohon.

''Tidak ada yang nonton TV lagi. Mereka sudah panik. Oleh karena itu, indikator yang bisa kami secara science peringatkan, jika ada gempa baik lemah maupun kuat tapi terjadi selama 2 menit tidak berhenti, langsung menjauh dari pantai,'' Abdul Muhari menjelaskan.

Pria yang memperoleh gelar doktornya dari Universitas Tohoku, Sendai, Jepang itu mengatakan, setiap gempa dan tsunami butuh pelepasan energi. Pada kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, gempa yang berdurasi selama inilah yang mengakibatkan tsunami.

''Pada kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, gempa yang terjadi dengan durasi lama, lebih dari 1 menit, membangkitkan tsunami,'' kata pria yang akrab disapa Aam itu.

Tak Selalu Ditandai Air Surut

Sementara peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawijaya mengatakan, pendidikan tentang gejala tsunami di Indonesia masih kurang.

Padahal, lanjutnya, sosialisasi dan pengajaran tentang tsunami dan gejalanya merupakan early warning system termurah yang bisa didapatkan pemerintah.

''Selama ini yang diajarkan secara umum di kita itu, tsunami diawali dengan air surut. Padahal tidak semua tsunami ditandai surutnya air,'' kata Danny Hilman kepada liputan6.com, Senin.***

Editor:hasan b
Sumber:liputan6.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/