Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
21 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
Olahraga
22 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
3
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
16 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
4
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
16 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
5
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
16 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
6
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
15 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Home  /  Berita  /  MPR RI

Pilkada Serentak 2020 Belum Tentu Digelar Bulan Desember?

Pilkada Serentak 2020 Belum Tentu Digelar Bulan Desember?
Diskusi MPR dengan tema 'Pilkada Serentak di Gedung Media MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).
Senin, 24 Agustus 2020 17:49 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat dalam sidang tahunan MPR/DPR/DPD yang menegaskan Pilkada Serentak 2020 harus dilaksanakan pada 9 Desember mendatang.

Namun, ternyata banyak anggota dewan yang duduk di DPR atau DPD tak mengamininya. Anggota MPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera justeru meminta agar Pilkada Serentak 2020 diundur, dan tak dilakukan pada 9 Desember mendatang.

Karena menurut Anggota Komisi II DPR ini, jika Pilkada Serentak 2020 dipaksakan pada bulan Desember, akan sangat beresiko bagi masyarakat. "Ini Pilkada yang sangat beresiko karena dimasa pandemi Covid-19. Belum lagi anggarannya hampir satu setengah kali dibanding yang biasa. Contohnya, di Cianjur, (persiapan Pilkada) sebelumnya membutuhkan anggaran Rp 48 miliar 2015, sekarang (dibutuhkan) Rp 78 miliar," kata Mardani saat mengisi acara diskusi MPR dengan tema 'Pilkada Serentak: Hidupkan Semangat Kebangsaan di Masa Pandemi', di Gedung Media MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).

Komisi II DPR kata Mardani, saat ini sedang merumuskan cara agar semua masyarakat aman dan terhindar dari Covid-19. "Di Komisi II saat ini betul-betul menjaga agar resiko yang tinggi ini bisa tetap menghasilkan terpilihnya pemimpin yang berkualitas, yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang ada melawan covid 19," ujar Mardani.

Mardani menguraikan, Komisi II DPR juga mendorong peraturan KPU diperketat dalam hal pengumpulan masa saat berkampanye. "Bahkan beberapa (usulan) mengatakan (peserta kampanye) maksimal 200 orang. Itu dengan syarat ruangannya mencukupi, bukan satu (meter) tapi kita minta dua meter jaraknya," ungkap Mardani.

"Kita juga sedang mendesak agar KPU kalau perlu Bawaslu menghentikan kampanye (jika peserta kampanye) tidak ikut protokol Covid-19. Kalau sebelumnya isu Bawaslu itu lebih ke 'money politik', sekarang Bawaslu bisa juga mulai menegaskan tentang protokol covis 19, karena ini sangat beresiko," tandas Mardani.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota DPD RI, Fachrul Razi. Ketua Komite I DPD ini pun dengan lantang menolak Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan pada bulan Desember mendatang.

"Kita menolak pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dibulan Desember. Karena berdasarkan data, bahwa hari ini secara data statistik menunjukkan bahwa peningkatan Covid-19 sangat luar biasa menyerang daerah-daerah yang selama ini kita katakan aman sudah menunjukkan (tanda penyebaran Covid-19) basis tinggi," tegas Fachrul.

Ngototnya pemerintah pusat untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak di bulan Desember, nampaknya membuat Fachrul 'ngamuk'. Fachrul justru menuding, jika rezim Presiden Jokowi sedang ketakutan.

"Yang terjadi hari ini adalah ketakutan rezim. Seakan-akan apabila Pilkada tidak dilaksanakan kita merusak demokrasi, demokrasi mana yang dirusak?. Ini sepertinya ada sebuah dinamika yang tidak semestinya kita pikirkan di saat kondisi Indonesia berada di dalam kondisi yang perlu kita perhatikan. Kesehatan rakyat itu jauh lebih penting daripada kekuasaan politik, itu kuncinya," ketus Fachrul.

"Bayangkan, kita bicara ada kurang lebih 105 juta rakyat Indonesia rakyat yang hari ini terancam , akibat keinginan dan nafsu politik dari rezim pemerintah hari ini yang menginginkan pilkada itu dipaksakan," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/