Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
24 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
2
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Olahraga
22 jam yang lalu
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
3
Kalahkan Li Shi Feng, Joko Jaga Peluang Indonesia Rebut Piala Thomas 2024
Olahraga
18 jam yang lalu
Kalahkan Li Shi Feng, Joko Jaga Peluang Indonesia Rebut Piala Thomas 2024
4
Indonesia Tertinggal 0-2 Atas China, Fajar/Rian: Liang/Wang Lebih Berani dan CerdikĀ 
Olahraga
18 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 Atas China, Fajar/Rian: Liang/Wang Lebih Berani dan CerdikĀ 
5
Dukungan BUMN Diharapkan Jadi Stimulan Sektor Swasta Dukung Olahraga Indonesia
Olahraga
24 jam yang lalu
Dukungan BUMN Diharapkan Jadi Stimulan Sektor Swasta Dukung Olahraga Indonesia
6
Indonesia Runner Up Piala Thomas, Bakri Kesulitan Keluar dari Tekanan
Olahraga
16 jam yang lalu
Indonesia Runner Up Piala Thomas, Bakri Kesulitan Keluar dari Tekanan

Kata Mendikbud, Tak Semua Bahasa Daerah Perlu Dilestarikan, Ini Argumennya

Kata Mendikbud, Tak Semua Bahasa Daerah Perlu Dilestarikan, Ini Argumennya
Mendikbud Muhadjir Effendy. (merdeka.com)
Kamis, 09 Agustus 2018 09:38 WIB
SOLO - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mewacanakan penyederhanaan bahasa daerah. Menurutnya, banyaknya bahasa daerah, selain mempengaruhi sistem komunikasi juga menyulitkan dalam pengembangannya.

Dikutip dari merdeka.com, Muhadjir menyebut, saat ini Indonesia mempunyai sedikitnya 744 bahasa daerah. Di Papua misalnya, terdapat lebih dari 300 bahasa daerah. Bahkan ada yang hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi dalam komunitas kecil.

''Dulu saat saya meresmikan sekolah di Pegunungan Bintang, Papua, waktu pulang ada demo dari warga setempat. Pendemo saat itu diterima oleh pak bupati. Setelah selesai, saya tanya kan kepada bupati, apa tuntutannya. Ternyata, bupatinya sendiri saja tidak paham dengan bahasa yang mereka gunakan,'' ujar Muhadjir saat menceritakan pengalamannya, pada Acara Semiloka dan Deklarasi Pengutamaan Bahasa Negara di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Rabu (8/8).

''Coba bayangkan, ada bupati yang memimpin rakyatnya tetapi dia tidak menguasai bahasa rakyatnya sendiri,'' sambungnya.

Kondisi tersebut, lanjut Muhadjir, merupakan persoalan termasuk bagi para guru dan dosen bahasa. Dalam berbagai diskusi dia sering melontarkan, apakah bahasa seperti itu harus dipertahankan. Jika tetap dipertahankan, ia yakin akan mempengaruhi sistem komunikasi.

''Karena itu mungkin harus ada pilihan mana bahasa daerah yang harus dilestarikan. Mungkin juga harus ada bahasa yang dijadikan satu bahasa daerah induk. Sehingga satu tempat jangan sampai ada 300 bahasa. Kalau penduduknya hanya 300 ribu, berarti satu bahasa rata-rata hanya digunakan seribu orang,'' katanya.

Muhadjir mengemukakan, sering terjadinya perang suku di Papua, salah satunya disebabkan soal bahasa. Menurutnya, perselisihan yang sering terjadi sebagian besar karena kesalahpahaman ketika berkomunikasi. Karena setiap kampung mempunyai bahasa sendiri.

''Tetapi, sesuai janji dalam nawacita bahwa kita ingin terus memelihara keanekaragaman, termasuk keanekaragaman bahasa. Saya ingin agar Semiloka ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi mengenai hal itu,'' katanya.

Lebih lanjut Muhadjir menjelaskan, penyederhanaan bahasa yang ia maksudkan adalah dengan jalan menyerap bahasa dalam komunitas lokal ke dalam suatu bahasa yang disepakati sebagai bahasa induk. Bahasa komunitas akan tetap hidup sebagai ujaran atau kosa kata dalam bahasa induk.***

Editor:hasan b
Sumber:merdeka.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/