Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
PSM Makassar dan Borneo FC Resmi Ikuti ASEAN Club Championship
Olahraga
17 jam yang lalu
PSM Makassar dan Borneo FC Resmi Ikuti ASEAN Club Championship
2
Gerindra Siapkan Empat Tokoh Ini untuk Pilkada DKI
Pemerintahan
17 jam yang lalu
Gerindra Siapkan Empat Tokoh Ini untuk Pilkada DKI
3
Indonesia Gagal Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris, Shin Tae-yong Kena Kartu Merah
Olahraga
13 jam yang lalu
Indonesia Gagal Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris, Shin Tae-yong Kena Kartu Merah
4
Haris Muhammadun Mantap Melaju Sebagai Wakil Wali Kota Tangerang
Pemerintahan
16 jam yang lalu
Haris Muhammadun Mantap Melaju Sebagai Wakil Wali Kota Tangerang
5
Gagal ke Olimpiade 2024 Paris, Iwan Bule Tetap Apresiasi Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
12 jam yang lalu
Gagal ke Olimpiade 2024 Paris, Iwan Bule Tetap Apresiasi Perjuangan Garuda Muda
6
Erick Thohir, Terima Kasih Garuda Muda,Terima Kasih Indonesia
Olahraga
12 jam yang lalu
Erick Thohir, Terima Kasih Garuda Muda,Terima Kasih Indonesia
Home  /  Berita  /  Politik

Dianggap Tebang Pilih, DPR Tegaskan Siap Tindak Korporasi Perkebunan Besar

Dianggap Tebang Pilih, DPR Tegaskan Siap Tindak Korporasi Perkebunan Besar
Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema. (Foto: Istimewa)
Senin, 07 Februari 2022 16:02 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema menepis anggapan jika Komisi IV DPR RI hanya berani menyegel perusahaan perkebunan dalam skala kecil.

Adapun perusahaan yang kecil yang disegel di Riau baru-baru ini, merupakan data perusahaan yang disodorkan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK). "Bukan soal berani atau enggak berani, harus karena itu perintah konstitusi (ditindak; red)," tegas Ansy Lema di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (7/2/2022).

Ansy Lema yang mengaku ikut dalam rombongan Kunjungan Kerja Komisi IV ke Riau dan dilanjutkan dengan penyegelan perusahaan perkebunan ilegal yakni PT Guna Dodos, datanya berasal dari Ditjen Gakkum KLHK. Dengan alokasi yang tidak terlalu longgar, Komisi IV bersama Ditjen Gakkum selanjutnya melakukan penyegelan PT Guna Dodos.

Ia meluruskan bahwa penyegelan perusahaan perkebunan dalam skala kecil, datanya berasal dari Komisi IV DPR RI. Terkait itu pula, Ansy Lema menegaskan komitmen Komisi IV menegakkan aturan dengan melakukan penindakan korporasi besar bersama Ditjen Gakkum dan aparat penegak hukum. "Kami, Komisi IV, berkomitmen soal itu karena perintah konstitusi. Jadi jangan yang kecil-kecil ditegesin, tapi yang besar-besar seolah-olah Negara ini tunduk, takluk, tidak berdaya. Justru harus dihajar itu pertama adalah perusahaan korporasi besar, penjahat lingkungan hidup itu," kata Ansy Lema.

Di sisi lain, hingga Senin 7 Februari 2022, Komisi IV sebagaimana disampaikan Ansy juga belum menerima data perusahaan perkebunan ilegal yang hingga kini belum dilakukan penindakan dari KLHK. Utamanya rincian data perusahaan yang belum mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan sebesar 3,2 juta hektar.

Data yang baru diberikan oleh KLHK dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya pada Kamis lalu (3/2/2022) seluas 713 ribu hektar. Dengan kata lain, masih ada sekitar 2,487 juta hektar data yang belum diberikan rincian nama-nama perusahaannya. "Dalam Raker sebelumnya, KLHK berjanji akan membuka semua data 3,2 juta hektar yang belum mendapat izin. Kami tagih janji KLHK tersebut dalam Raker tersebut," kata Ansy.

KLHK sebagai penjaga konservasi, lanjut dia, seharusnya memiliki data-data rinci terkait izin pelepasan kawasan hutan. Tidak bisa KLHK secara gampang beralasan mengkategorikan 3,2 juta lahan yang tidak berizin tersebut sebagai 'data indikatif'.

Sebab dengan menyatakan demikian, KLHK hendak mengatakan data 3,2 juta hektar kawasan hutan tanpa izin pelepasan merupakan perkiraan, bukan data objektif. Padahal, sebelumnya KLHK justru mengakui tahun 2019 tercatat 2,611 juta hektar dari 3,372 juta hektar kawasan hutan untuk kelapa sawit merupakan lahan tanpa proses permohonan pelepasan kawasan hutan.

"Ironisnya, KLHK juga tidak mampu membuktikan melalui data obyektif bahwa 3,2 juta hektar tersebut hanya sebagai perkiraan atau data indikatif. Jangan sampai ini hanya menjadi dalih KLHK untuk tidak membuka data atau tidak transparan kepada publik," tegas Ansy.

Ia menegaskan, 3,2 juta hektar kawasan hutan yang tidak berizin bukan angka yang kecil. Karena itu, KLHK harus membuka data tersebut agar menjadi rujukan obyektif dalam membuat penindakan tegas kepada individu ataupun korporasi yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan.

Aktivitas perkebunan ilegal di kawasan hutan tidak saja merusak alam, melainkan secara ekonomi juga merugikan negara karena negara tidak mendapatkan pendapatan dari aktivitas bisnis yang dilakukan korporasi maupun perorangan di kawasan hutan. "Padahal, keuntungan yang diperoleh pasti sangat besar," demikian anggota Komisi IV DPR RI, Ansy Lema.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/