Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
Olahraga
20 jam yang lalu
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
2
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
3
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
Olahraga
20 jam yang lalu
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
4
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
Olahraga
20 jam yang lalu
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
5
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
Umum
19 jam yang lalu
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
6
Arema FC Evaluasi Pemain Asing Dan Pulangkan Pemain Muda
Olahraga
19 jam yang lalu
Arema FC Evaluasi Pemain Asing Dan Pulangkan Pemain Muda
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Santri Tewas Dianiaya Senior, Pengamat: Tidak Ada Alasan Pemaaf

Santri Tewas Dianiaya Senior, Pengamat: Tidak Ada Alasan Pemaaf
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (kanan) saat menjadi pembicara dalam diskusi terkait RUU KUHP di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta.
Sabtu, 24 Agustus 2019 14:35 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Ulum di Mojokerto, Ari Rivaldo (16), tewas pada 20 Agustus 2019 setelah menjalani hukuman dari seniornya yang berinisial WN (17) pada 19 Agustus 2019.

WN yang disebut-sebut memili kewenangan untuk mengawasi ketertiban santri, menganiaya korban karena kesal pada perilaku korban yang kerap keluar lingjungan pesantren tanpa izin. Luka di bagian kepala, menjadi bukti penganiayaan yang diterima korban, hingga akhirnya meregang nyawa.

Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, apapun motifnya kekerasan fisik harus diproses secara hukum, "tidak ada alasan pemaaf,".

Kepada GoNews.co, Sabtu (24/08/2019), Fickar menjelaskan, apapun motif kekerasan yang terjadi di lingkungan pesantren harus diselesaikan secara hukum. "Apalagi menyebabkan kematian selain penganiayaan. Jika ada motif yang lain sangat mungkin mengarah ke pembunuhan,".

"Tetapi karena dilakukan oleh anak-anak yang belum (berusia, red) 18 tahun, maka ancaman hukumannya hanya separuh dari ancaman bagi orang dewasa," jelas Fickar.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini Polres Mojokerto tengah memproses hukum dan menetapkan tersangka pada WN (17). Dari pemeriksaan polisi, didapati WN tidak berniat membunuh korban. Sehingga, dalam penetapan tersangka atas WN, polisi menerapkan pasal 80 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan yang Mengakibatkan Korbannya Tewas.

"Pelaku tidak berniat membunuh korban, makanya pasalnya penganiayaan tapi mengakibatkan korban meninggal. Karena niatnya (membunuh) tidak ada," Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Muhammad Solikhin Fery kepada Detikcom.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/