Tiga Perusahaan Sawit Terjerat Kasus Hukum, Pakar Sebut Kebijakan Minyak Goreng Dianggap Salah Sasaran
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan, tindakan hukum ini bisa menempatkan perusahaan dalam posisi yang merugikan. "Perusahaan membutuhkan transparansi dan kepastian hukum. Tanpa hal itu, mereka mungkin ragu untuk terlibat dalam inisiatif pemerintah di masa mendatang," ujarnya.
Menyuarakan kekhawatiran serupa, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengatakan bahwa kebijakan ini dapat mempengaruhi iklim investasi negatif.
Laporan terbaru dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendukung pandangan ini. Penelitian mereka menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga minyak goreng telah salah sasaran sejak awal. Pemerintah berfokus pada subsidi minyak goreng kemasan, padahal 61% konsumsi minyak goreng oleh rumah tangga adalah minyak curah.
Selain itu, seringnya perubahan kebijakan, seperti yang terbaru dalam Permendag Nomor 3 Tahun 2022, dapat memicu panic buying dalam pasar ritel modern. Pasar ini hanya dapat memenuhi 10% dari total kebutuhan konsumsi minyak goreng nasional.
INDEF juga menyoroti kebijakan DMO-DPO Kelapa Sawit, yang berpotensi menciptakan pasar gelap. Mereka menekankan bahwa perlakuan terhadap komoditas kelapa sawit harus berbeda dengan komoditas batu bara, karena memiliki lebih dari satu off taker.
Menghadapi situasi ini, sekarang menjadi penting bagi pemerintah untuk merumuskan ulang kebijakan mereka. Hal ini dilakukan agar dapat lebih efektif dalam mengendalikan harga minyak goreng dan sekaligus menjaga kepentingan para pelaku industri sawit. ***
Editor | : | Hermanto Ansam |
Kategori | : | Ekonomi, DKI Jakarta |