BI Rencanakan Penyesuaian Rupiah dari Rp 1.000 ke Rp 1, Ahli Ekonomi: Peluang Hiperinflasi Jadi Ancaman
Di samping itu, penyesuaian Rupiah dari Rp 1.000 ke Rp 1 juga bisa mengurangi kesalahan dalam penghitungan uang fisik akibat banyaknya nominal.
Meski demikian, Bhima menyerukan pentingnya perencanaan strategis sebelum penyesuaian Rupiah ini benar-benar diterapkan.
"Jika BI berniat melakukan penyesuaian Rupiah, mereka perlu menyusun peta jalan yang jelas sehingga masyarakat dan pelaku bisnis dapat beradaptasi," kata Bhima kepada Liputan6.com, dalam pernyataan tertulisnya pada Selasa (27/6/2023).
Menurut Bhima, penyesuaian Rupiah sebaiknya tidak dilakukan dalam waktu yang dekat.
Faktor Pertimbangan Sebelum Penyesuaian"Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan penyesuaian, salah satunya adalah kestabilan inflasi. Kondisi yang ideal adalah inflasi kembali ke level sebelum pandemi atau sekitar 3 persen. Jika lebih rendah dari itu, tentu lebih baik," ungkapnya.
Sementara itu, tingkat inflasi di Indonesia masih sekitar 4 persen dan ada potensi ancaman el nino yang bisa meningkatkan inflasi.
"Jika penyesuaian dipaksakan saat inflasi masih tinggi, risiko hiperinflasi menjadi nyata. Hal ini dipicu oleh perubahan nominal uang setelah penyesuaian yang memicu pedagang untuk melakukan pembulatan harga ke atas," jelas Bhima.
"Sebagai contoh, barang dengan harga Rp 9.200 sebelum penyesuaian tidak mungkin menjadi Rp 9,5 setelah penyesuaian. Lebih mungkin, sebagian besar harga akan dibulatkan menjadi Rp 10. Akibat pembulatan nominal baru ini, harga barang akan mengalami kenaikan signifikan. Ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan BI untuk mengendalikan. Dampaknya? Hiperinflasi yang dapat melemahkan daya beli masyarakat," tutupnya. ***
Editor | : | Hermanto Ansam |
Sumber | : | liputan6.com |
Kategori | : | Ekonomi, DKI Jakarta |