Anda Pemilik Motor Jenis Ini? Siap-siap Enggak Bisa Lagi Gunakan BBM Pertalite
JAKARTA - Mobil di atas 2.000 cc bukan satu-satunya kendaraan yang diusulkan agar tidak lagi bisa mengkonsumsi BBM subsidi jenis Pertalite. Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas diketahui juga mengusulkan motor mewah supaya bisa menenggak BBM nonsubsidi dengan kandungan oktan lebih tinggi sekelas Pertamax.
Meski begitu, belum dirinci seperti apa kriteria motor mewah yang dimaksud. Dikutip dari CNBC Indonesia, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan pihaknya tengah mengkaji larangan konsumsi Pertalite untuk motor di atas 250 cc.
"Mobil plat hitam masih bisa, kecuali yang di atas 2.000 termasuk mobil dan motor mahal. Plat kuning dan angkutan barang masih boleh," kata Saleh.
Seperti diketahui bersama, Pertamina memang tengah menyaring para pengguna Pertalite agar BBM subsidi itu bisa lebih tepat sasaran. Pasalnya, BBM subsidi selama ini justru dinikmati mereka yang mampu.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan hal itu tentu berpengaruh terhadap kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan. Maka dari itu, penggunaan BBM subsidi perlu dibatasi agar tidak lagi melebihi kuota.
"60% masyarakat mampu atau yang masuk dalam golongan terkaya ini mengkonsumsi hampir 80% dari total konsumsi BBM bersubsidi. Sedangkan 40% masyarakat rentan dan miskin hanya mengkonsumsi 20% dari total subsidi energi tersebut. Jadi diperlukan suatu mekanisme baru, bagaimana subsidi energi ini benar-benar diterima dan dinikmati yang berhak," jelas Irto dalam keterangan resminya.
Sejatinya, tidak semua kendaraan memang cocok menggunakan BBM jenis Pertalite maupun solar subsidi. Pemilik kendaraan sebaiknya harus mengetahui spesifikasi mobil dan menyesuaikan BBM dengan rekomendasi pabrikan.
Pertalite ini cocok digunakan untuk kendaraan dengan rasio kompresi mesin 9:1 sampai 10:1. Kalau rasio kompresi mesin lebih besar, maka butuh BBM dengan oktan lebih tinggi. Mobil dengan rasio kompresi mesin 9:1 sampai 10:1 kebanyakan ditemui pada lansiran 2014. Sedangkan untuk tahun 2014, umumnya memiliki rasio kompresi mesin 11:1.***
Editor | : | Muslikhin Effendy |
Kategori | : | Peristiwa, Ekonomi, Pemerintahan, DKI Jakarta |