Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dicintai Rakyat, Projo Sulsel: Pa Jokowi Jangan Pulang Kampung Dulu
Politik
22 jam yang lalu
Dicintai Rakyat, Projo Sulsel: Pa Jokowi Jangan Pulang Kampung Dulu
2
Stefano Cugurra Siapkan Cara Hentikan Da Silva-Ciro di Semifinal Leg Pertama
Olahraga
9 jam yang lalu
Stefano Cugurra Siapkan Cara Hentikan Da Silva-Ciro di Semifinal Leg Pertama
3
Nick Kuippers Bertekad Berikan Hasil Terbaik Untuk Bobotoh
Olahraga
9 jam yang lalu
Nick Kuippers Bertekad Berikan Hasil Terbaik Untuk Bobotoh
4
Pemain Persib Sambut Positif VAR Di Championship Series BRI Liga 1 2023/24
Olahraga
8 jam yang lalu
Pemain Persib Sambut Positif VAR Di Championship Series BRI Liga 1 2023/24
5
Madura United Lanjutkan Target Dengan Semangat K3 Tanpa Pelatih Kepala
Olahraga
8 jam yang lalu
Madura United Lanjutkan Target Dengan Semangat K3 Tanpa Pelatih Kepala
6
Borneo FC Siap Lawan Madura United Dan Tambahan Dukungan Spesial
Olahraga
8 jam yang lalu
Borneo FC Siap Lawan Madura United Dan Tambahan Dukungan Spesial
Home  /  Berita  /  Politik

Muncul Partai Demokrat Indonesia (PADI), Siap Usung Moeldoko di Pilpres 2024

Muncul Partai Demokrat Indonesia (PADI), Siap Usung Moeldoko di Pilpres 2024
Moeldoko saat panen padi. (Foto: Istimewa)
Minggu, 22 Mei 2022 13:15 WIB

JAKARTA – Disaat-saat persiapan akan dilakukan verifikasi partai oleh KPU RI, Rabu (18/5/2022) tiba-tiba muncul nama partai baru, yakni Partai Demokrat Indonesia (PADI).

Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, Partai Demokrat Indonesia (PADI) ternyata sudah dipersiapkan sejak lama dan syarat 100 persen kepenggurusan provinsi, 75 persen kepenggurusan kabupaten dan kota dan 50 persen kecamatan sudah lengkap semua.

Partai yang berazaskan Pancasila ini terdiri dari gabungan dari tokoh-tokoh nasional, jaringan organisasi-organisasi pendukung Jokowi, para pengusaha dan tokoh-tokoh daerah.

Seorang pengusaha muda pendiri jaringan Pengusaha Bela Bangsa (PBB) dan Ketua Yayasan CEO Indonesia serta Ketua umum Moeldoko Center, Trisya Suherman diamanahkan menjadi Presiden Partai Demokrat Indonesia (PADI). 

Bung Japra Bule Ketua Relawan Gerakan Cinta Indonesia (GCI) Pendukung Setia dan Super militan Presiden Jokowi 2 (Dua) periode ikut bergabung. Ia bergabung dengan Partai Demokrat Indonesia (PADI) karena menurutnya Padi dibutuhkan oleh Rakyat Indonesia

"PADI siap mendukung dan menghantarkan Jenderal TNI Purn Moeldoko, untuk menjadi Capres di Pilpres tahun 2024 mendatang," ujarnya.

Sebelumnya, Moeldoko dkk mengkudeta Partai Demokrat dari kepimpinan AHY. Drama pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang melibatkan Kepala Staf Presiden Moeldoko merupakan salah satu isu yang menarik perhatian publik Tanah Air sepanjang 2021.

Isu "kudeta" di Partai Demokrat ini muncul bak petir di siang bolong dengan diawali konferensi pers yang digelar oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada 1 Februari 2021.

"Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," kata AHY.

Konferensi pers itu digelar AHY setelah ia mendapat informasi bahwa ada sebuah gerakan yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat dengan menyelenggarakan kongres luar biasa (KLB).

Menanggapi tudingan tersebut, Moeldoko mengaku pernah beberapa kali bertemu dengan kader-kader Partai Demokrat meski ia tidak mau mengungkap isi pertemuan tersebut. Menurut Moeldoko, hal yang terjadi di Partai Demokrat saat itu merupakan hal yang biasa dan bagian dari dinamika politik.

"Itu urusan intern partailah. Kan tidak etis lah kalau saya bicara. Itu urusan partai," kata Moeldoko, 3 Februari 2021. Ia pun meminta pihak Demokrat untuk tidak khawatir terhadap pertemuan antara ia dan sejumlah kader Demokrat. "Dan saya siapa sih? Dan saya ini apa? Wong biasa-biasa saja. Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi," ujar Moeldoko ketika itu.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan perang urat syaraf antara Demokrat kepemimpinan AHY dan kubu yang menginginkan KLB. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono (SBY) pun sampai harus turun gunung untuk menghadapi isu kudeta yang melibatkan mantan anak buahnya itu.

Pada 24 Februari 2021, SBY memberi peringatan keras bagi pihak-pihak yang ingin merebut Partai Demokrat. Ia menegaskan, Demokrat tidak untuk diperjualbelikan. "Bagi orang luar yang punya ambisi untuk merebut dan membeli Partai Demokrat, saya katakan dengan tegas dan jelas, Partai Demokrat not for sale, partai kami bukan untuk diperjualbelikan," kata SBY.

Ia pun berujar, jika gerakan kudeta itu berhasil, demokrasi di Indonesia akan mengalami krisis karena sebuah partai politik dapat diambil alih begitu saja. "Krisis besar karena sebuah partai politik yang puluhan tahun dibangun dan dibina, dengan segala dinamika dan pasang surutnya, tiba-tiba dengan kekuatan uang dan kekuasaan bisa direbut dan diambil alih begitu saja," kata SBY.

Sementara itu, kubu kontra-AHY yang digawangi sejumlah kader Demokrat seperti Jhonni Allen Marbun, Max Sopacua, dan Darmizal beberapa kali menggelar konferensi pers untuk menggaungkan wacana KLB.

Pada 22 Februari, Max Sopacua mengeklaim bahwa deklarator dan senior partai menginginkan perubahan di Partai Demokrat. Menurut dia, KLB mesti digelar karena arah kepemimpinan Partai Demokrat tak sesuai dengan cita-cita para pendiri partai. "KLB itu sesuatu yang tidak haram, KLB itu terdaftar atau merupakan pasal penting dalam AD/ART semua partai politik di dunia," kata Max.

Moeldoko jadi ketum versi KLB

KLB Demokrat yang didengungkan sejak lama akhirnya digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021. Seperti diduga banyak pihak, Moeldoko terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat perode 2021-2026 versi KLB.

Saat berpidato setelah terpilih, Moeldoko mengajak seluruh kader untuk berjuang bersama-sama meraih kembali kejayaan Partai Demokrat. "Tidak ada yang tertinggal. Semuanya kita bersatu padu, kita ajak semuanya, ini adalah rumah besar kita bersama," kata Moeldoko.

Selain Moeldoko, KLB menetapkan Jhoni Allen sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat dan Marzuki Alie sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. AHY menyatakan, KLB tersebut ilegal dan inkonstitusional karena tidak memenuhi syarat yang berlaku di Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat. "KLB ini jelas tidak sah, ada yang mengatakan bodong, ada yang mengatakan abal-abal. Yang jelas terminologinya ilegal dan inkonstitusional," kata AHY.

Selepas KLB, bola panas kudeta Demokrat beralih ke tangan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly setelah kedua belah pihak sama-sama mengajukan permohonan ke Kementerian Hukum dan HAM. Di satu sisi, kubu KLB meminta Kemenkumham mengesahkan hasil KLB Deli Serdang, sedangkan Demokrat pimpinan AHY meminta permohonan kubu KLB ditolak.

Pada akhirnya, Yasonna mengumumkan bahwa pemerintah menolak permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang. Yasonna mengatakan, dari hasil verifikasi, masih terdapat beberapa dokumen yang belum dilengkapi, antara lain dari perwakilan DPD, DPC, serta tidak adanya mandat dari ketua DPD dan DPC. "Dengan demikian, pemerintah menyatakan, bahwa permohonan pengesahan terkait KLB 5 maret 2021, ditolak," ujar Yasonna, 31 Maret 2021.

Yasonna mengatakan, pihaknya juga tidak berwenang untuk menilai soal perubahan AD/ART yang diajukan oleh kubu KLB. "Jika pihak KLB merasa bahwa AD/ART itu tidak sesuai dengan UU partai politik, silakan gugat ke pengadilan," ucap Yasonna.

Berlanjut di Meja Hijau Drama kudeta Partai Demokrat berlanjut ke meja hijau di mana kubu KLB mengajukan sejumlah gugatan ke pengadilan. Tidak tanggung-tanggung, drama kudeta Demokrat juga sempat merembet hingga Mahkamah Agung (MA) ketika empat orang eks kader Demokrat menggandeng advokat Yusril Ihza Mahendra untuk mengajukan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat.

Saat itu, Yusril meminta MA untuk melakukan terobosan hukum dengan memeriksa, mengadili, dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat bertentangan dengan undang-undang atau tidak. Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril, 23 September 2021.

Namun, upaya kubu KLB membawa persoalan Demokrat ke meja hijau juga menemui jalan buntu karena gugatan yang mereka ajukan berkali-kali kandas. Pada 10 November 2021, MA menyatakan tidak menerima judicial review atas AD/ART Demokrat karena tidak berwenang memeriksa mengadili dan memutus obyek permohonan. "AD/ART parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal parpol (partai politik) yang bersangkutan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat itu.

Kuasa hukum Partai Demokrat Hamdan Zoelva berpandangan, keputusan MA menolak JR sudah tepat, karena sejak awal pihaknya menilai MA memang tidak dapat melakukan JR atas AD/ART partai. "Apa yang diputuskan oleh Mahkamah Agung sangat tepat sekali dengan pertimbangan yang sangat teliti, dan mendalam, dan menyeluruh," kata Hamdan, di Kantor DPP Partai Demokrat, Rabu.

"Karena kalau sekali jebol bahwa anggaran dasar bisa di-judicial review, maka rusaklah tatanan hukum kita secara keseluruhan," kata Hamdan.

Selain itu, dua gugatan yang dilayangkan kubu KLB ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga ditolak. Gugatan pertama diajukan oleh Moeldoko dan Jhoni Allen yang meminta PTUN Jakarta untuk mengesahkan perubahan AD/ART dan susunan pengurus Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang.

Gugatan kedua diajukan oleh tiga mantan kader Demokrat yakni Ajrin Duwila, Yosef Benediktus Badeoda, dan Hasyim Husein yang meminta Menkumham mencabut AD/ART Demokrat Tahun 2020 dan susunan pengurus Partai Demokrat 2020-2025 pimpinan AHY. Kedua gugatan tersebut ditolak oleh PTUN Jakarta pada November dan Desember 2021. Kuasa hukum Demokrat Mehbob menilai putusan itu bukan sekadar kemenangan Demokrat, tetapi kemenangan rakyat yang ingin demokrasi dan keadilan tegak di Indonesia.

"Sebagaimana diketahui, sejak upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat oleh pihak KSP Moeldoko melalui KLB ilegal Deli Serdang pada 5 Maret 2021, hal ini menjadi perhatian publik karena dianggap merupakan bentuk abuse of power yang mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia," kata Mehbob, 23 Desember 2021.

Selain itu, pada 18 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI Jakarta) menolak banding yang diajukan Jhoni terhadap AHY terkait pemecatan Jhoni dari partai. Pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah menolak gugatan yang diajukan oleh Jhoni terhadap AHY. Lantas, akankah drama ini berlanjut ke episode berikutnya di 2022 mendatang? Hanya waktu yang dapat menjawab.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/