Pemerintah Minta Definisi Omnibus di Ketentuan Umum Dihapus, Ini Penjelasannya
"Akan lebih tepat sebenarnya kalau DIM yang dihapus ini diberi penjelasan terlebih dahulu. Biasanya, ketika kita menerima DIM, itu kalau dihapus, penjelasannya sudah jelas, mengapa dihapus," kata My Esti dalam rapat yang dipantau GoNEWS.co secara virtual.
Merespons My Esti, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas pun meminta pemerintah untuk memberi penjelasan, dimulai dari DIM nomor 9.
Kemudian, pemerintah pun membacakan DIM 9 - 28 dan mengusulkan DIM-DIM tersebut dihapus. Nomor 13-nya terkait dengan Omnibus. Supratman pun meminta penjelasan terkait penghapusan definisi Omnibus dalam Ketentuan Umum RUU itu.
Adapun definisi Omnibus dalam DIM 13 itu berbunyi; Metode Omnibus adalah metode penyusunan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama dengan menggabungkan ke dalam satu perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.".
Menjawab pertanyaan DPR, perwakilan pemerintah Elen Setiadi menjelaskan, bahwa definisi Omnibus sebenarnya tidak dihapus. Melainkan dipindah ke DIM 48 di pasal 64 ayat 1 b dengan rumusan yang mirip.
"Sebenernya begini, kita menyepakati definisi itu ada, ketentuan itu ada. Namun kami melihat bahwa ketika didefinisikan, di Pasal 1, di ketentuan umum, ada beberapa kelemahan. Kita kan ingin definisi itu memberi pengertian yang tegas dan jelas. Karena di Pasal 1 tidak bisa diberikan penjelasan, kita khawatir nanti maknanya berbeda dengan apa yang dirumuskan. Nah oleh karena itu, ketentuan yang ada di pasal 2 DIM 13 itu kami usulkan untuk dipindahkan saja ke DIM 48 di pasal 64 ayat 1 b dengan rumusan yang mirip," kata Elen.
Kemudian, lanjut Elen, untuk tidak memberi tafsir yang berbeda dari apa yang disebutkan di dalam pasal 64 ayat 1 b itu maka diberikan penjelasan di DIM 137.
"Supaya lebih konkret untuk dimaknai apa yang disebut dengan metode omnibus. Jadi, prinsipnya batasan itu tetap ada, tapi kami usul tidak di definisi karena kalau di definisi kan dia kaku sifatnya tidak fleksibel. Kemudian kami usulkan pindah ke pasal 64 ayat 1 b di DIM 48, kemudian tambahkan penjelasannya di DIM 137. Dengan demikian, pengertian dari metode omnibus itu sesuai nanti dengan perkembangan yang ada," kata Elen.
Penelusuran daring menyebut, Elen menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Elen juga menjabat Komisaris PT Angkasa Pura I (Persero) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-365/MBU/11/2021 sejak November 2021.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | Pemerintahan, Nasional, DPR RI, DKI Jakarta |