Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Zaira Kusuma: Perjalanan Masih Panjang dan Harus Tetap Latihan
Olahraga
17 jam yang lalu
Zaira Kusuma: Perjalanan Masih Panjang dan Harus Tetap Latihan
2
Tekad Serdadu Tridatu Amankan Poin Penuh di Semi Final Leg Pertama
Olahraga
13 jam yang lalu
Tekad Serdadu Tridatu Amankan Poin Penuh di Semi Final Leg Pertama
3
Satoru Mochizuki Siapkan Agenda Khusus Setelah Piala Asia U-17 Wanita
Olahraga
18 jam yang lalu
Satoru Mochizuki Siapkan Agenda Khusus Setelah Piala Asia U-17 Wanita
4
KPU DKI Menerima Penyerahan Dukungan Perseorangan
Pemerintahan
17 jam yang lalu
KPU DKI Menerima Penyerahan Dukungan Perseorangan
5
Kepiawaian Okto Membawa Pencak Silat Dapat Pengakuan IOC
Olahraga
14 jam yang lalu
Kepiawaian Okto Membawa Pencak Silat Dapat Pengakuan IOC
6
Tren Buruk Persib Dari Bali United Tidak Penting Bagi Hodak
Olahraga
13 jam yang lalu
Tren Buruk Persib Dari Bali United Tidak Penting Bagi Hodak
Home  /  Berita  /  Politik

Press Ghatering MPR 2021, Arsul Sani: Pro Kontra PPHN Perlu Dibuat Matrik

Press Ghatering MPR 2021, Arsul Sani: Pro Kontra PPHN Perlu Dibuat Matrik
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani, saat menjadi narasumber diskusi. (foto: Istimewa)
Sabtu, 23 Oktober 2021 21:22 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

BANDUNG - Di akhir tahun 2021, MPR RI kembali menggelar Press Gathering. Kegiatan yang diikuti para wartawan Koordinatoriat Wartawan Parlemen itu digelar di Kota Bandung, Jawa Barat, 22 hingga 24 Oktober 2021.

Hadir dalam kegiatan itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dr. Syarief Hasan, MM., MBA., Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani SH., MH., serta anggota MPR dari berbagai fraksi dan Kelompok DPD.

Dalam kegiatan yang diisi dengan diskusi Empat Pilar MPR, Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani, menjelaskan tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Selama satu tahun lebih kata Dia, MPR telah mewacanakan mengenai PPHN. MPR dengan berbagai macam metode mensosialisasikan wacana PPHN ke seluruh lapisan masyarakat.

"Setelah menggelinding dilontarkan MPR, kita mendapat berbagai respon dari masyarakat. Dari akademisi, penggiat konstitusi, LSM, aktivis demokrasi, dan element masyarakat yang lainnya," ungkapnya.

Dari berbagai macam respon, menurut pria asal Jawa Tengah itu, ada yang positif, ada pula yang negativ, ada yang pro, ada pula yang kontra. Dari berbagai macam respon, Arsul Sani mengusulkan agar alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat, baik yang positif maupun negatif, dibuat matrik. "Matrik pro dan kontra," ujar politisi senior PPP itu.
 
Dalam matrik tersebut, menurut Arsul Sani, kita bisa melihat bila ada yang mendukung, alasannya apa. Begitu juga yang menolak, argumentasinya kenapa. "Ini perlu agar diskursus di ruang publik menjadi jelas," paparnya.

Bila matrik terlihat maka MPR tidak perlu lagi bolak-balik menjelaskan PPHN itu perlu. Diungkapkannya, jika dilihat dari kekuatan politik, semua kekuatan politik yang ada di MPR sepakat PPHN itu perlu. Belum bulat atau sepakat menurut Arsul Sani adalah wadahnya apa. "Meski sudah sepakat haluan negara itu baru dokumennya bernama PPHN tetapi isinya apa belum ada kesepakatan atau kebulatan," ungkapnya.
 
Dirinya mengibaratkan PPHN itu dengan sepeda motor namun kekuatan mesin, warna, bahan bakar, dan spesifikasi lainnya apa, itu belum ada yang tahu. Ke depan, tahun 2022, Arsul Sani berharap MPR mempunyai kewajiban untuk mengurai berapa kekuatan mesin, warna, bahan bakar, dan spesifikasi lainnya dari sepeda motor itu. "Sehingga perdebatan yang terjadi tidak lagi berputar pro dan kontra soal PPHN," paparnya.
 
Masyarakat yang keberatan terhadap adanya PPHN menurut Arsul Sani karena ada pikiran hal demikian memerlukan amandemen UUD. “Nah, bila ada amandemen masyarakat curiga nanti akan ada agenda lain yang disepakati”, ungkapnya. Agenda lain itu misalnya seperti keinginan kembali ke UUD Tahun 1945 atau memperpanjang periode jabatan Presiden.
 
Menanggapi hal yang demikian, Arsul Sani menjelaskan bahwa amandemen UUD berbeda dengan perubahan undang-undang (UU). "Perubahan UU bisa saja tak perlu naskah akademik," tuturnya.

Namun kalau amandemen UUD itu memerlukan ketentuan yang harus dipenuhi seperti syarat jumlah pengusul dan apa yang hendak diamandemen atau diubah harus disertai dengan alasan. "Alasan itu harus diajukan lebih dahulu. Apa-apa yang ingin diubah harus menjadi diskursus publik," tambahnya.
 
Dari syarat dan ketentuan bagaimana amandemen itu bisa terjadi maka menurut Arsul Sani mengubah UUD tak bisa dilakukan sembarangan. "Bila diubah secara sembarangan hal demikian merupakan tindakan inskonstitusional," tegasnya.
 
Lebih lanjut Arsul Sani mengatakan bila kita kemudian mau amandemen terbatas hanya mengubah pasal 3,  untuk menambahkan kewenangan MPR menetapkan PPHN itu, lalu mengapa kalau kewenangan itu tidak punya dampak apa-apa dalam sistem presidensial kita. Saat ini Presiden bisa diimpeach kalau melanggar UUD dan melakukan perbuatan tercela. "Dalam soal  PPHN seharusnya juga demikian. Kalau pasal itu nggak ditambahkan lalu buat apa amandemen," tukasnya.

Dikatakannya, apa manfaatnya bila membuat sebuah dokumen yang tidak ada konsekuensi konstitusionalnya. Arsul Sani juga menegaskan, PPHN adalah haluan negara bukan haluan pemerintah sehingga dari pengertian ini apa yang ada di haluan negara tak hanya dijalankan oleh Presiden tetapi juga oleh lembaga negara lainnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/