Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kesit Budi Handoyo Siapkan Pakta Integritas untuk Kepengurusan PWI Jaya 2024-2029
Umum
23 jam yang lalu
Kesit Budi Handoyo Siapkan Pakta Integritas untuk Kepengurusan PWI Jaya 2024-2029
2
Dewi Sandra Soroti Pentingnya Produk Halal di Brave Beauty Summit Qatar
Umum
22 jam yang lalu
Dewi Sandra Soroti Pentingnya Produk Halal di Brave Beauty Summit Qatar
3
Catherine Wilson Fokus pada Kesehatan dan Karier di Tengah Proses Perceraian
Umum
22 jam yang lalu
Catherine Wilson Fokus pada Kesehatan dan Karier di Tengah Proses Perceraian
4
Kembali Hadir Selepas Pandemi Covid-19, Titan Run 2024 Siap Manjakan Para Runner
Olahraga
20 jam yang lalu
Kembali Hadir Selepas Pandemi Covid-19, Titan Run 2024 Siap Manjakan Para Runner
5
Senator Dailami Sesalkan Pengelola Minimarket Memukul Bukan Merangkul Jukir
DKI Jakarta
4 jam yang lalu
Senator Dailami Sesalkan Pengelola Minimarket Memukul Bukan Merangkul Jukir
6
Korea Utara Jumpa Jepang di Final Piala Asia Wanita U-17
Olahraga
4 jam yang lalu
Korea Utara Jumpa Jepang di Final Piala Asia Wanita U-17
Home  /  Berita  /  Politik

DPD RI: Cabut Nota Kesepakatan Pengusutan Dana Desa

DPD RI: Cabut Nota Kesepakatan Pengusutan Dana Desa
Anggota Komite I DPD RI, Abraham Liyanto. (Foto: Istimewa)
Kamis, 01 Juli 2021 14:13 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota Komite I DPD RI, Abraham Liyanto meminta pemerintah agar mencabut nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) tentang pengusutan korupsi dana desa.

MoU tersebut dinilai menjadi tameng para koruptor dana desa bisa bebas dari jeratan hukum. "Kehadiran MoU itu menjadi berkah bagi para koruptor dana desa. Banyak pelaku korupsi di desa-desa lolos dari jeratan hukum karena adanya MoU tersebut," kata Abraham di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Ia melihat isi MoU yang menugaskan Inspektorat Daerah menjadi pemeriksa awal sekaligus pelaksana audit penggunaan dana desa menjadi celah melindungi Kepala Desa (Kades) atau mantan Kades yang dilaporkan masyarakat.

Dengan adanya kewenangan itu, para koruptor kerjasama atau kongkalikong dengan oknum aparat Inspektorat Daerah. Caranya, memanipulasi hasil audit sehingga jenis pelanggaran yang dilakukan hanya pelanggaran administrasi. Kemudian total dana yang dikorupsi tidak lebih dari Rp 100 juta.

"Dengan kerugiaan negara dibawah Rp 100 juta, para koruptor mudah saja mengganti uang kerugiaan. Setelah uang diganti, mereka bisa lolos dari jeratan hukum. Apalagi jenis pelanggaran sedemikian rupa dimanipulasi sehingga menjadi pelanggaran administrasi," jelas senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.

Dari laporan masyarakat, dia mendapatkan Inspektorat Daerah berkepentingan melindungi Kades atau mantan Kades yang dilaporkan. Mereka bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) di daerah.

Alasannya, mereka adalah atasan langsung dari Kades yang dilaporkan. Artinya, jika Kades bermasalah, mereka juga harus bertanggung jawab. Karena itu, mereka bersama-sama menutupi Kades atau mantan Kades yang dilaporkan.

“Ini banyak terjadi di Dapil saya di NTT. Banyak koruptor dana desa lolos dari jeratan hukum karena kerjasama oknum BPMD dan Inspektorat Daerah. Itu akibat MoU yang menugaskan Inspektorat sebagai pemeriksa awal jika ada temuan penyimpangan dana desa," tutur Abraham.

Dari laporan masyarakat, dia juga mendapatkan oknum kejaksaan atau kepolisian menjadikan laporan dana desa sebagai ladang peras dan ATM di daerah. Pemerasan dimulai dari Kades atau mantan Kades yang dilaporkan hingga BPMD dan Inspektorat. Dengan berbagai modus teror dilakukan agar sang calon koruptor bisa setor ke oknum penegak hukum.

"Teror dari penegak hukum membuat Inspektorat, BPMD dan Kepala Desa kersajama. Mereka sama-sama menutupi praktik kotor yang sudah dilakukan dan membayar sejumlah uang ke oknum penegak hukum. Jika tidak disetor, kasus akan lanjut," ungkap Abraham yang juga Ketua Kadin Provinsi NTT.

Dia meminta nota kesepaktan itu dicabut karena melanggengkan praktik korupsi di desa. Akibat kehadiran nota itu, masyarakat yang mencari keadilan menjadi kecewa karena banyak laporan berujung sebatas pelanggaran administrasi.

Sebelumnya, bulan Februari 2018 lalu, Kemendagri, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menekan perjanjian MoU kerja sama soal penanganan laporan masyarakat atas dugaan korupsi di pemerintah daerah, termasuk terkait dana desa.

Perjanjian itu mengenai koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum dalam menangani laporan atau pengaduan yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Isi MoU mengatur, APIP atau Inspektorat Jenderal/Daerah dapat menentukan suatu laporan berindikasi korupsi atau kesalahan administrasi atau pidana.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/