Tambah Membebani Rakyat, DPR Tegas Menolak Pajak Pendidikan
Penulis: Muslikhin Effendy
Menanggapi hal itu, Fraksi Gerindra DPR RI, secara terang-terangan menolak rencana pemerintah mengenakan pajak pada jasa pendidikan.
"Saya menyatakan menolak rencana tersebut dengan pertimbangan, pendidikan merupakan sektor yang setiap warga negara dijamin haknya untuk mendapatkannya. Pemerintah juga diamanatkan kewajiban untuk membiayai pendidikan warganya. Ini jelas tertuang dalam pasal 31 UUD 1945," ujar Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Himmatul Aliyah melalui pesan elektronik yang diterima GoNews.co, Kamis (10/06/2021) di Jakarta
Rencana pemerintah mengenakan pajak di sektor pendidikan kata Dia, membuat masyarakat yang dijamin haknya justru dibebankan kewajiban, dan pemerintah yang berkewajiban membiayai tapi justru memungut biaya pendidikan dari rakyat. "Ini tentu tidak etis sekaligus tidak konstitusional. Jadi jika rencana tersebut diberlakukan dan UU disahkan akan rawan digugat di Mahkamah Konstitusi," tukasnya.
Pengenaan pajak pada sektor pendidikan tambah Aliyah, juga akan membuat biaya pendidikan meningkat sehingga secara tidak langsung akan membebani masyarakat. "Ini tentu akan menciptakan ketidakadilan karena pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat," tegasnya.
Wacana tersebut menurutynya, juga jelas bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif. "Pengenaan pajak pada sektor pendidikan di tengah pandemi akan menambah tinggi angka putus sekolah," tandasnya.
Padahal katanya lagi, Pandemi Covid yang masih berlangsung telah menurunkan ketahanan ekonomi masyarakat sehingga banyak siswa dari berbagai daerah di Indonesia mengalami putus sekolah. Pengenaan pajak pendidikan bisa menambah tinggi angka putus sekolah sehingga menurunkan angka partisipasi sekolah di Indonesia. "Kondisi demikian tentu paradoks dengan visi pemerintah sendiri, yakni mewujudkan SDM unggul untuk Indonesia maju," pungkasnya.***
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |