Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
13 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
11 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
3
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
13 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
11 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
7 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
6
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
7 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Home  /  Berita  /  Politik

Komisi III DPR Pertanyakan Peraturan MA Larang Sengketa Pilkada Ajukan PK

Komisi III DPR Pertanyakan Peraturan MA Larang Sengketa Pilkada Ajukan PK
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh. (Foto: Istimewa)
Rabu, 10 Februari 2021 15:47 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menyoal Peraturan Mahkamah Agung No. 11 Tahun 2016 yang melarang pihak yang terlibat sengketa pilkada untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan dalih karena sudah final dan mengingat.

"Kalau dibilang sudah final dan mengikat lalu tak boleh mengajukan PK putusan sidang Bawaslu juga final dan mengingat. Tapi yang merasa keberatan kan masih diberi ruang hukum ke MA," ujarnya melalui pesan Whatsapp, Rabu (10/2/2021) di Jakarta.

Ia menyebut ada kesan diskriminatif jika putusan final dan mengingat berdasar putusan MA itu jadi alasan dilarang PK.

Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional itu mengatakan, hakim MA itu juga manusia biasa. "Bisa saja melakukan kesalahan dan kehilafan sehingga menimbulkan kerugian. Kalau ada yang merasa dirugikan lalu mengadu kemana?" tambahnya.

Ia pun berpendapat, putusan final dan mengikat itu juga harus diberi ruang upaya hukum luar biasa dengan nama PK.

"Kalau belum final dan mengikat bernama Banding dan Kasasi," lanjut Pangeran.

Pengeran juga mempertanyakan, kenapa hanya putusan MA mengenai sengketa pilkada saja yg dilarang PK sementara perkara lain boleh PK.

"Padahal Pilkada ini dalam rangka mencari pemimpin yang akan mengatur hajat hidup orang banyak. Sekali lagi jangan ada diskriminasi," tandasnya.

Menurutnya, Perma juga harusnya tunduk kepada UU No. 48 thun 2009 ps 24 ayat 1 tentang kekuasaan kehakiman dan UU No. 14 thn 1985 yang diubah menjadi UU No 5 thn 2004, ps. 28 ayat (1) huruf C dan Ps 34, bab IV bag 4 dari UU ini tentang kewenangan MA memutus permohonan PK.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menganulir keputusan KPU Bandar Lampung SK No. 007/HK.03.01-Kpt/1871/KPU-Kota/1/2021 tentang Pembatalan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung Hj. Eva Dwiana dan Deddy Amarullah, setelah paslon 03 tersebut melakukan kasasi ke MA.

Namun karena adanya Pasal 24 Peraturan MA Nomor 11 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa putusan sengketa pelanggaran administrasi pemilihan bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diajukan peninjauan kembali. Maka pihak yang merasa dirugikan atas putusan MA tersebut jadi tidak punya kesempatan untuk berupaya lagi.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/