Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
14 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
2
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
Olahraga
13 jam yang lalu
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
3
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
10 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
4
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
Olahraga
11 jam yang lalu
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
5
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
Olahraga
11 jam yang lalu
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
6
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
10 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Home  /  Berita  /  Politik

Peneliti LIPI: Harapan RUU Pemilu Bergantung pada Dorongan Publik

Peneliti LIPI: Harapan RUU Pemilu Bergantung pada Dorongan Publik
Peneliti P2P-LIPI, Aisah Putri Budiarti dalam suatu kesempatan webinar, Jumat (5/2/2021). (gambar: tangkapan layar)
Minggu, 07 Februari 2021 07:43 WIB
JAKARTA - Peneliti P2P-LIPI (Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Aisah Putri Budiarti mengatakan, LIPI tetap berharap agar RUU Pemilu (Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum) tetap dilanjutkan.

Untuk itu, kata Aisah, dorongan publik terhadap RUU Pemilu sangat dibutuhkan untuk menggugah kembali kesadaran partai politik dan pemerintah mengenai pentingnya menguatkan demokrasi Indonesia.

"Ada banyak isu krusial dalam kepemiluan yang seharusnya bisa menjadi fokus bahasan dalam RUU Pemilu," kata Aisah kepada wartawan, Sabtu (6/2/2021) malam.

RUU Pemilu sendiri dalam posisi terancam 'mangkrak' saat ini, karena setelah selesai di Komisi II DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), Baleg (Badan Legislasi) dan akhirnya dicatat masuk dalam rencana Prolegnas (program legislasi nasional) 2021, lalu dirapatkan di Bamus (Badan Musyawarah), tapi tak juga diparipurnakan hingga saat ini.

Fraksi-fraksi di DPR makin nampak terbelah, setelah ada sikap dari pemerintah yang ditafsirkan publik bahwa 'pemerintah berharap RUU Pemilu tak dilanjutkan'.

"Jadi kita optimis RUU Pemilu masih bisa dilanjutkan, problemnya ada di pemerintah. Pasca sikap pemerintah, partai-partai utamanya partai koalisi juga kemudian bersikap menolak RUU Pemilu," kata Aisah.

Sentralisasi Isu Pilkada

Hal yang cukup disayangkan adalah, ketika isu yang mendominasi pemberitaan dan menjadi diskursus publik terkait RUU Pemilu hanya sebatas mengenai normalisasi Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Pilkada yang dalam rezim pengaturan saat ini, dilaksanakan serentak dengan Pileg (Pemilihan Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden) pada tahun 2024, lalu RUU Pemilu berusaha menormalisasi gelaran Pilkada ke tahun 2022-2023 sesuai dengan habisnya masa jabatan kepala daerah di kedua tahun itu.

Seperti DKI misalnya, masa jabatannya Gubernur/Wakil Gubernurnya kan akan habis di 2022. Lalu berdasarkan aturan yang berlaku saat ini, Pilkada DKI diundur/diserentakkan di tahun 2024, sehingga DKI akan dipimpin oleh Pj. DKI hanya satu contoh, total ada sekitar 271 Pj Kepala Daerah jika Pilkada digelar di 2024.

"Sentralisasi isu ini sangat disayangkan sebetulnya, karena masih banyak persoalan lain yang lebih substantif untuk menjadi bagian pembahasan di RUU Pemilu," kata Aisah.

Tapi, perhatian publik terhadap keserentakan Pilkada 2024 atau menormalisasi Pilkada ke tahun 2022-2023 juga sepatutnya menjadi perhatian DPR dan Pemerintah.

"Bagaimana nanti pemerintahan yang dipimpin Pj itu bisa menjamin aspek pelayanan publik terpenuhi, anggaran daerah untuk kesejahteraan rakyat di daerah bisa berjalan baik tanpa menjadi persoalan, dan lain sebagainya," kata Aisah.

Siapa Menjabat Pj Kepala Daerah?

Umum diketahui bahwa Pj Kepala Daerah biasa diisi oleh ASN (Aparatur Sipil Negara) setingkat Dirjen (Direktur Jenderal) atau pejabat madya. Sementara itu, jumlahnya di Kemendagri (Kementrian Dalam Negeri) misalnya, tentu terbatas dan jauh dari kata cukup untuk mengisi kebutuhan sskitar 271 Pj Kepala Daerah.

Di sisi lain, penolak RUU Pemilu/Pendukung Pilkada Serentak 2024, menyebut bahwa cara pemerintah dalam memenuhi kebutuhan Pj Kepala Daerah sepanjang 2022 hingga 2024 itu sudah pernah disimulasikan sekira 2011-2012an lalu.

Tapi, untuk diketahui, pakem penggunaan ASN untuk menjabat Pj Kepala Daerah itu diatur dalam UU ASN (UU 5/2014). Dan UU ASN itu siap direvisi di Senayan. Daftar Prolegnas yang ditetapkan Baleg pada 11 Januari 2021 menempatkan RUU ASN di urutan nomor 19, sementara RUU Pemilu di urutan nomor 2 dari total 33 RUU yang menunggu diparipurnakan.

"Kita tetap berharap RUU Pemilu dilanjutkan karena banyaknya persoalan substansial untuk menguatkan demokrasi Indonesia, tapi jika pada pada itu tak dilanjutkan sementara RUU ASN dilanjutkan, maka kita berharap agar pengaturan mengenai Pj itu betul-betul jadi perhatian," kata Aisah.

Partai politik dan pemerintah dalam hal ini Kemendagri, kata Aisah, harus terbuka mengenai pembahasan ini jika memang pengaturan mengenai jabatan Pj Kepala Daerah nantinya diatur dalam RUU ASN.

Ia melanjutkan, bagaimanapun publik jelas punya kekhawatiran-sebagaimana jadi pertanyaan dalam sebuah webinar-agar jangan sampai unsur non ASN semisal dari aparat pengamanan akhirnya menjadi pengisi jabatan Pj ratusan kepala daerah itu.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, GoNews Group, Nasional, Politik, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/