Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kalah Lawan Sri Lanka, Timnas Putra Bersiap Hadapi Korsel di Kualifikasi Grup B FIBA 3X3 Asia Cup 2024
Olahraga
24 jam yang lalu
Kalah Lawan Sri Lanka, Timnas Putra Bersiap Hadapi Korsel di Kualifikasi Grup B FIBA 3X3 Asia Cup 2024
2
Suami Sandra Dewi Jadi Tersangka Korupsi
Hukum
24 jam yang lalu
Suami Sandra Dewi Jadi Tersangka Korupsi
3
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Ekonomi
17 menit yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Home  /  Berita  /  Politik

Optimalisasi UMKM di Tengah Pandemi, Perlu Kerja Komprehensif Semua Pihak

Optimalisasi UMKM di Tengah Pandemi, Perlu Kerja Komprehensif Semua Pihak
Senin, 31 Agustus 2020 20:00 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Anggota MPR RI,  Herman Khaeron mengatakan, UMKM dan koperasi merupakan pilar perekonomian bangsa.

"UMKM merupakan jangkar perekonomian," ujarnya dalam diskusi Empat Pilar MPR yang bertema "Optimalisasi Pemberdayaan UMKM di Tengah Pandemi", Senin (31/8/2020) di media center MPR, DPR, DPD RI.

Meski demikian diakuinya,sektor ini bukan menjadi sektor utama pertumbuhan ekonomi. Disebut ada ketimpangan dalam pertumbuhan UMKM dan perusahaan besar. "Jumlah UMKM kita mencapai puluhan juta," ujarnya.

Data yang menyebut jumlah sektor itu mencapai 27 juta hingga 60 juta menurutnya diperlu terus untuk di up date. Krisis yang terjadi pada tahun 2020 menurut Herman Khaeron berbeda dengan krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 1998, yang terpukul hanya pada sektor perekonomian. "Beda dengan krisis saat ini," tuturnya.

Saat ini yang terdampak tidak hanya pada sektor ekonomi namun juga sektor kesehatan. Hal demikian disebut dialami oleh seluruh negara yang ada di dunia. Dipaparkan, bila pada tahun 1998, di tengah krisis ekonomi, masyarakat masih bisa jalan-jalan, ngobrol dengan tetangganya, serta aktivitas lainnya. Namun aktivitas seperti itu tidak bisa dialami oleh masyarakat pada masa sekarang.

"Antar tetangga pun sudah saling curiga, jangan-jangan menularkan Covid-19," ungkapnya.

Semua usaha kata Dia, mengalami goncangan. Meski demikian disebut ada sektor yang masih bisa berjalan pada masa pendemi Covid-19. Sektor itu disebut pada bidang pangan, farmasi, dan kesehatan.

Untuk menumbuhkan sektor ekonomi dan usaha, Herman Khaeron mengatakan pemerintah dan masyarakat harus menyelesaikan masalah yang ada tidak boleh segmentasi. "Kalau mau menumbuhkan usaha dan perekonomian, pandemi Covid-19 harus bisa diatasi. Harus ada kerja yang komprehensif baik untuk mengatasi pandemi serta memulihkan UMKM maupun usaha yang besar," tambahnya.

Faktor penurunan ekonomi dikatakan karena penurunan daya beli. Untuk mengatasi yang demikian maka perlu meningkatkan aktivitas dunia usaha.

Sementara itu, narasumber lainnya yakni Firmanzah, menuturkan, UMKM mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi. Kontribusi terhadap PDB mencapai lebih dari 60 persen. Sektor ini juga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Firmanzah mengatakan bahwa model perekonomian Indonesia berbeda dengan model perekonomian yang berkembang di Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di negara-negara itu, model perekonomiannnya adalah orientasi ekspor.

Sedang model perekonomian yang ada di Indonesia berupa perekonomian kerumunan. Model perekonomian seperti ini, yakni 99 persen adalah UMKM, maka ia menjadi penopang perekonomian. Perekonomian tumbuh atau tidak, tergantung sektor ini. Meski demikian, model perekonomian seperti ini memiliki sisi positif dan negatif. "Ekonomi kerumunan itu kalau satu gulung tikar masih banyak yang lain yang masih menopang," ujarnya.

Berbeda dengan ekonomi yang berbasis konglomerasi. "Satu konglomerasi gagal akan berpengaruh pada ekonomi yang lain seperti yang terjadi pada tahun 1998," ungkapnya.

Untuk optimalisasi UMKM menurut Firmanzah ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah, yakni pertama, memberi stimulus. Dana yang sudah dianggarkan harus segera direalisasikan. Kedua, stimulus yang ada harus tepat sasaran. "Jangan sampai salah sasaran," ujarnya.

Ketiga, harus kontekstual artinya ada daerah-daerah di mana populasi UMKM-nya perlu menjadi fokus dari kebijakan stimulus.

Dari model perekonomian kerumunan, Firmanzah mencontohkan negara Aljazair. Pada tahun 1998, negara itu memformalkan ekonomi kerumunan. "Agar ekonomi kerumunan bisa terstruktur, caranya adalah formalisasi dunia usaha," ungkapnya.

Ia yakin dan optimis bahwa Covid-19 akan berlalu. Dikatakan menangani Covid-19 rumusnya sederhana, "tinggal menunggu vaksin datang," paparnya.

Bila sudah divaksinkan maka selanjutnya masyarakat terbebas Covid-19.

Hendrawan Supratikno dalam kesempatan itu memaparkan ada UMKM yang memiliki prospek yang berkembang baik. Ada pula UMKM yang pasarnya stagnan atau mandeg. Diakui masyarakat masuk dalam dunia UMKM sebab mereka tidak bisa masuk ke sektor formal. "Menjadi karyawan pada perusahaan besar itu susah sehingga mereka akhirnya membuat usaha kecil dan menengah," tuturnya.

Dirinya menyebut kita justru perlu khawatir bila UMKM semakin banyak sebab jangan-jangan kemiskinan semakin tinggi sehingga semua orang terjun dalam usaha kecil.

Meski demikian dirinya menyebut sektor UMKM memiliki kelebihan dibanding dengan perusahaan besar. Kelebihan itu pada fleksibilitasnya. "Fleksibilitas menjadi keunggulan UMKM," paparnya.

Untuk itu dirinya mendorong agar pelaku UMKM diberi pembekalan cara cepat berpaling atau berpindah usaha. "Syarat untuk cepat berpaling ke usaha yang lain adalah punya modal kerja yang cukup. Itu sebabnya KUR harus lebih mudah diperoleh bagi pelaku UMKM," tegasnya.

Rully di hadapan peserta diskusi menyebut, UMKM sering dianggap sebagai pahlawan di saat krisis ekonomi. "Namun begitu krisis selesai, UMKM dilupakan," tuturnya.

Padahal di berbagai negara termasuk di negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Singapura, sector ini memiliki kontribusi yang besar dan sangat signifikan.

Membedakan UKMK di antara negara maju dan berkembang menurut Rully hanya pada standar dan klasifikasinya. Kalau di Indonesia UMKM standarnya di bawah Rp 50 juta,” ujarnya. "Di Jepang batasnya lebih tinggi dari itu," tambahnya.

Hadir juga sebagai narasumber Rektor Universitas Paramadina Prof. Firmanzah PhD, dan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof. Dr. Rully Indrawan.***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77