Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
19 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
3
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
17 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
17 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
12 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
6
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
13 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Home  /  Berita  /  Politik

Hati-hati, Sesuai UU Pemda, Kepala Daerah Bisa Diberhentikan atau Penjara Jika Politisasi Bansos

Hati-hati, Sesuai UU Pemda, Kepala Daerah Bisa Diberhentikan atau Penjara Jika Politisasi Bansos
Ilustrasi. (GoNews.co)
Jum'at, 08 Mei 2020 20:06 WIB
JAKARTA - Beberapa kepala daerah menampilkan foto mereka di bantuan sembako yang diberikan kepada warga terdampak wabah Corona atau Covid-19. Mulai dari Bupati Klaten Sri Mulyani, Bupati Jember dr Faida, dan teranyar Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menilai, politisasi bantuan sosial (Bansos) oleh kepala daerah dapat dijerat dengan undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Meskipun UU Pilkada tidak mengatur, bukan berarti UU lain tidak mengatur. Ada UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda," ujar Fritz dalam web diskusi, Kamis (7/5).

Menurut Fritz, kepala daerah yang mempolitisasi Bansos melanggar Pasal 76 ayat 1. Bunyinya, Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut pada Pasal 78 ayat 2. Pasal ini menyebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat diberhentikan. Salah satunya pada huruf e yang berbunyi jika melanggar larangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i dan huruf j.

"Ini sebuah pasal yang dapat dikonstruksi untuk calon kepala daerah yang melakukan politisasi bansos dan itu bisa dibuktikan untuk diimpeach sebagaimana proses yang disampaikan di pasal 80," jelas Fritz.

Jika dalam konteks Pilkada, bisa juga pelakunya dijerat dengan UU Pilkada. Khususnya Pasal 71 tentang netralitas aparatur sipil negara dalam Pilkada. Pada ayat 1 berbunyi, Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Serta ayat 3 yang berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon. Sementara, mengenai ketentuan pidana diatur dalam Pasal 188 dengan ancaman paling lama enam tahun kurungan dan denda maksimal Rp6 juta.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:Merdeka.com
Kategori:Pemerintahan, Politik, GoNews Group, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/