Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
20 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
3
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
18 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
17 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
13 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
6
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
13 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Home  /  Berita  /  Pemerintahan

900 Ribu Orang Sudah Colong Start, Bukti Larangan Mudik Telat?

900 Ribu Orang Sudah Colong Start, Bukti Larangan Mudik Telat?
Ilustrasi.(istimewa)
Rabu, 22 April 2020 15:40 WIB
JAKARTA - Pemerintah baru saja melarang kegiatan mudik, khususnya di wilayah Jabodetabek yang sudah menjadi zona merah virus Corona. Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai kebijakan ini cukup terlambat dilakukan, pasalnya sudah ada 900 ribu orang yang pulang kampung duluan.

"Apakah kebijakan ini telat atau tidak? yang jelas sudah 900 ribu orang mudik terlebih dahulu kalau data Kemenhub," ungkap Yayat dalam diskusi online dengan YLKI, Rabu (22/4/2020).

Faktor kesulitan ekonomi menjadi biang kerok warga terpaksa mudik. Yayat menjelaskan semenjak pemerintah mengumumkan situasi darurat, kebijakan belajar hingga kerja di rumah pun mulai banyak diterapkan. Hal ini membuat banyak pekerja informal kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, untuk bertahan hidup di Jakarta sangat sulit. Tak bisa bertahan akhirnya 900 ribu orang ini mudik ke kampung halaman.

"Ketika sekolah, kampus diliburkan, semua sektor UMKM informal semua pekerjanya itu nggak ada pilihan untuk bertahan. Akhirnya mau nggak mau mereka pulang," jelas Yayat.

Kemudian Yayat mengingatkan agar pemerintah jangan hanya memberikan sembako kalau mau menahan bahkan melarang mudik. Menurutnya, salah satu instrumen terbesar biaya hidup di Jakarta adalah penyewaan hunian, alias biaya kontrakan.

"Persoalan mendasar bagi pemudik bukan hanya sembakonya saja. Bagi kelompok migran yang ngontrak bulanan ini nggak ada yang bantu, ini cost untuk bertahan di luar sembako juga besar," kata Yayat.

"Biaya ini kalau tidak terpenuhi bisa membuat mereka tetap nekat pulang kampung," ujarnya.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:Detik.com
Kategori:Peristiwa, Ekonomi, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/