Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
Olahraga
17 jam yang lalu
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
2
Kalah dari Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Kalah dari Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
3
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
Pemerintahan
17 menit yang lalu
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Paket UU Bidang Politik Tak Perlu Sekontroversial RUU Cipta Lapangan Kerja

Paket UU Bidang Politik Tak Perlu Sekontroversial RUU Cipta Lapangan Kerja
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari (tengah). (Foto: Zul/GoNews.co)
Jum'at, 21 Februari 2020 17:22 WIB
JAKARTA - DPR dan pemerintah akan menyederhanakan regulasi bidang politik melalui penggabungan beberapa Undang-undang (UU). Model Omnibus Law dan Paket UU, menjadi polemik.

Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar menegaskan, penting untuk tak berpolemik pada istilah paket UU atau bukan paket UU.

"Soal disebut paket atau tidak paket, itu kan soal (lain, Red), tapi intinya kan mau disederhanakan," kata Bahtiar di Gedung Kemendagri, Jakarta, Rabu (19/2/2020) lalu.

Intinya adalah, UU bidang Politik meliputi UU Parpol, UU Pemilu, UU Pilkada, UU Pemda dan UU MD3 (MD2). Karena kelima UU itu saling terkait, kata Bahtiar, "kalau kita bahas ini, kita juga harus cek pengaturan yang lain,".

Turut menanggapi Omnibus Law untuk UU bidang Politik ini, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menyatakan, memang tidak ada yang menyebut ini akan jadi Omnibus Law.

Paket UU Politik, kata Feri, juga tak perlu sekontroversial Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (Cipta Kerja), meski pembahasan masing-masing UU bid Politik ini dilakukan bersamaan.

Ia lantas menyinggung banyaknya Peraturan Pemerintah (PP)-mungkin 4000an PP-yang akan bersinggungan dengan pengaturan bidang perpolitikan Indonesia.

"Itu hampir tidak mungkin (jadi Omnibus Law, Red). Kecuali ada niat lain dari kehendak Konstitusi. Itu yang perlu dipertanyakan," kata Feri.

Ia menjelaskan, Omnibus Law sendiri bukanlah hal terlarang dalam dunia hukum, UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu adalah salah satu contoh Omnibus Law karena menampung pengaturan soal Pileg, Pilpres dan Penyelenggara Pemilu.

Kelemahan Omnibus Law sebagai bentuk pengharmonisasian peraturan perundangan, kata Ahli Hukum Tata negara ini, bukan terletak pada metode, melainkan materi muatan dan prosedur pembuatannya.

Feri menegaskan, tak masalah jika Omnibus Law masih sesuai dengan konstitusi, tapi jika bertentangan, "bukan hanya bisa digugat tapi Presiden juga bisa kemudian dipermasalahkan,".

Feri berharap, pemerintah dan DPR cermat dalam merevisi atau membuat UU bidang Politik ke depan. Apalagi, UU tentang tentang Keuangan Negara, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, juga termasuk yang akan dibahas.

Kata Feri, "mestinya UU ini satu paket yang dibahas bersamaan, tapi dia berdiri sendiri,".

Pembahasan UU bidang Politik secara bersamaan juga menjadi sorotan Perludem. Aktivis Perludem Fadli Ramadhanil menyatakan, UU Pemilu, UU Parpol, UU Pilkada, baiknya dibahas bersamaan "untuk menghindari tumpang tindih," peraturan.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:GoNews Group, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/