Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
Olahraga
14 jam yang lalu
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
2
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
14 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
3
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
11 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
4
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
Olahraga
12 jam yang lalu
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
5
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
Olahraga
11 jam yang lalu
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
6
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
11 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kasus Tanah Ahli Waris Brata Ruswanda, Pengacara: Ini Kejahatan Luar Biasa

Kasus Tanah Ahli Waris Brata Ruswanda, Pengacara: Ini Kejahatan Luar Biasa
Rabu, 10 April 2019 21:43 WIB
Penulis: C. Karundeng
JAKARTA - Penasihat hukum ahli waris Brata Ruswanda mendesak penyidik Bareskrim Polri segera melakukan gelar perkara terkait dugaan tindak pidana penyerobotan dan penggunaan dokumen palsu yang dilakukan oleh Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah di lahan 10 hektar yang diklaim milik ahli waris Brata Ruswanda.

Gelar perkara perlu dilakukan untuk meningkatkan status penyelidikan ke tingkat penyidikan atas Laporan Polisi Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.

"Kita minta kasus ini segera digelar pro justitia supaya jadi penyidikan, sehingga nanti ketika dipanggil pertama dan kedua tidak datang, panggilan ketiga bisa dijemput paksa atau borgol bila diperlukan," kata penasihat hukum ahli waris Brata Ruswanda, Kamaruddin Simanjuntak didampingi keluarga ahli waris Kuncoro Candrawinata dan tokoh atau keluarga Kesultanan Kotawaringin, Gusti Kadran di Mabes Polri, Rabu (10/4/2019).

Kamaruddin beralasan perlunya segera ditingkatkan status laporan keluarga ahli waris Brata Ruswanda dari penyelidikan ke tingkat penyidikan lantaran kasusnya dinilai kejahatan luar biasa. "Ini kejahatan yang luar biasa. Kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara, atas nama negara," tegas Kamaruddin.

Hingga saat ini disebutkan sudah ada 10 surat undangan disampaikan ke pejabat Kobar dalam kasus itu. Pihaknya telah melaporkan kasus itu dalam dua laporan, yakni tindak pidana membuat surat palsu dan/atau menggunakan surat palsu dan/atau memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, sebagaimana terangkum dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP, Jo Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan untuk menguasai dan merampas hak milik ahli waris Brata Ruswanda. Ini dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM.

Pada laporan kedua, Bupati Nurhidayah dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM atas tuduhan melakukan tindak pidana penyerobotan dengan cara memasang plang pengumuman milik ahli waris Brata Ruswanda yang telah dipasangi plang status kepemilikan tanah dan telah dipagari kawat berduri, sebagaimana diatur Pasal 551 KUHP Jo Pasal 167 KUHP, Jo Pasal 385 KUHP Jo PRP Nomor 51 Tahun 1960 Jo Pasal 55-56 KUHP. 

"Bupati Kotawaringin Barat kita laporkan karena secara paksa dan sepihak mengerahkan ratusan personel Satpol PP memasuki areal keperdataan milik ahli waris Brata Ruswanda," tandas Kamaruddin. 

Kamaruddin menyebutkan kasus penguasaan paksa yang dipimpin Bupati Nuhidayah di atas lahan milik ahli waris Brata Ruswanda terjadi pada tanggal 26 September 2018. "Bupati memaksa masuk ke areal keperdataan milik ahli waris Brata Ruswanda hanya bermodalkan dokumen yang diduga palsu," tegasnya.

Pengacara yang dikenal pernah membongkar kasus Hambalang ini menjelaskan, ada beberapa surat yang diduga sengaja dipalsukan dengan maksud ingin menguasai lahan seluas sekitar 10 hektar milik kliennya tersebut. 

“(Yang diduga dipalsukan) SK gubernur yang diciptakan tahun 2005 dan 2017. Kepalsuannya sangat nyata karena SK tidak terdaftar di kantor gubernur,” ungkap Kamaruddin.  

"Mereka diduga bersekongkol melakukan perbuatan jahat untuk merampas dan menguasai tanah ahli waris Brata Ruswanda," sambung Kamaruddin Simanjuntak

Selain itu, lanjut dia, pemalsuan juga diduga dilakukan oleh sejumlah pejabat tersebut terkait pemasangan papan nama bertuliskan kepemilikan aset daerah dengan memalsukan waktu pengeksekusian lahan oleh Pemkab Kobar. Dimana, papan itu dipasang pada 4 Desember 2018, namun dalam papan dibuat mundur, yakni tahun 2013. "Dan yang jelas Bupati itu bukan juru sita. Yang berwewenang melakukan penyitaan adalah pengadilan," timpalnya.

Kamaruddin juga menyayangkan sikap Bupati Nurhidayah yang menurutnya tidak mencerminkan seorang aparatur sipil negara yang baik. "Kami sayangkan, mengapa mereka selaku pejabat pemerintahan yang digaji oleh negara, justru tidak memberikan contoh yang baik karena tidak mau memenuhi panggilan institusi kepolisian," tegas Kamaruddin lagi. 

Menurutnya, tindakan Bupati Nurhidayah dkk memasuki pekarangan tanpa izin dan/atau menguasai tanah tanpa seizin yang berhak dan/atau melakukan tindak pidana penyerobotan dengan cara memasang plang kepemilikan Pemda Kabupaten Kotawaringin Barat di atas lahan milik ahli Brata Ruswanda dikategorikan melawan hukum. 

Apalagi di lahan tersebut telah tertutup untuk umum dan dipagari kawat berduri dengan plang pengumuman dilarang masuk. "Tindakan Bupati Nurhidayah dkk masuk pidana kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Jo Pasal 167 KUHP, Jo Pasal 385 KUHP Jo PRP Nomor 51 Tahun 1960 Pasal 55-56 KUHP. Ini namanya abuse of power," tandasnya.

Melanjutkan keterangannya, Kamaruddin menceritakan bahwa kasus tanah yang tengah ditanganinya itu sebelumnya merupakan area hutan. Pada tahun 1963 lahan hutan tersebut dibuka oleh Alm. Brata Ruswanda sebagai areal pertanian. 

"Pada tahun 1973 oleh Brata Ruswanda tanah tersebut dibuatkan surat namanya Surat Keterangan Menurut Adat," ujarnya seraya menyebut bahwa Brata Ruswanda merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di Dinas Pertanian Kotawaringin Barat, kala itu.

Lahan milik Brata Ruswanda tercatat berdasarkan Surat Keterangan Tanah/Bukti Menurut Adat No: PEM-3/13/KB/1973 Tanggal 22 Januari 1973 dengan luas 10 hektar. 

Seiring waktu, Brata Ruswanda dimutasi bertugas ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. "Nah, sebelum itu junior dia (Brata Ruswanda) meminjam tanah. Katanya untuk digunakan sebagai lahan pembibitan benih padi untuk kepentingan Dinas Pertanian. Statusnya pinjam pakai. Namanya pinjam pakai, jika sewaktu-waktu tanah itu dibutuhkan otomatis status pinjam pakai itu gugur dan tanah harus dikembalikan ke pemilik asal yakni Brata Ruswanda," kata Kamaruddin.

Pada tahun 1982 Brata Ruswanda pensiun dari statusnya sebagai pegawai negeri sipil. "Karena sudah pensiun dia (Brata Ruswanda) kembali ke tempat asal tanahnya dengan cara membangun kolam dan rumah untuk anak cucunya di hamparan tanah 10 hektar tersebut," Kamaruddin menceritakan kronologisnya.

Dari 10 hektar tanah milik Brata Ruswanda, diakui Kamaruddin, sebagian sudah terkena pembebasan untuk jalan umum. "Pinggir-pinggirnya terkena untuk jalan umum tanpa uang pembebasan, tapi itu tidak dipersoalkan," ujar Kamaruddin.

Dari 10 hektar lahan milik Brata Ruswanda, sebagian kata Kamaruddin telah dijual dan berdiri sejumlah rumah yang telah disertifikasi atau besertipikat. "Orang yang membeli tanah di hamparan 10 hektar dari Brata Ruswanda itu adalah sebagian bertugas di dinas pertanian. Oleh BPN tanah yang telah dijual diberikan sertipikat," ujarnya.

Padahal warkahnya di BPN menggunakan warkah jual beli dari almarhum Brata Ruswanda. Tapi ironisnya, induk lahan milik Brata Ruswanda tidak dapat disertipikatkan. Alasannya katanya bahwa tanah tersebut milik pemerintah daerah, dengan bukti menggunakan surat SK Gubernur 1974 yang diduga palsu," sambungnya.

Kamaruddin menduga ada kepentingan "orang kuat atau pengusaha gelap" yang berminat menguasai lahan tersebut sehingga proses sertifikasi yang diajukan oleh Brata Ruswanda, ditolak oleh BPN dengan alasan menggunakan SK Gubernur 1974 yang tidak pernah terungkap ke permukaaan wujud aslinya atau diduga palsu.

Kamaruddin juga menjelaskan bahwa lahan 10 hektar tersebut tidak termasuk dalam aset Pemprov yang diserahkan ke Pemkab Kotawaringin Barat. "Saat era otonomi daerah (Otda) terjadi penyerahan aset pada tahun 1996 dari provinsi ke kabupaten, lahan 10 hektar ini tidak termasuk di dalamnya," ujar Kamaruddin.

"Jadi, dari situ kami semakin yakin bahwa surat foto copy SK Gubernur 1974 itu diduga palsu dan dijadikan dasar mengklaim tanah milik ahli waris Brata Ruswanda, itu baru dibuat pada tahun 2000 keatas. Kalau pada penyerahan aset di 1996 tanah itu tidak termasuk aset daerah," ujar Kamaruddin.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Hukum, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/