Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
17 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
14 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
14 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
13 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
15 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  GoNews Group

'Kekerasan' atau 'Kejahatan'? Jadi Polemik di RUU PKS

Kekerasan atau Kejahatan? Jadi Polemik di RUU PKS
Diskusi Forum Legislasi dengan Tema: 'Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)?' Selasa, (26/2/2019).
Selasa, 26 Februari 2019 18:12 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Imam Nahei menyayangkan polemik yang terjadi soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Diksi 'Kekerasan' dan 'Kejahatan' disebut salah satu yang menjadi soal.

"Jadi, masyarakat yang menolak ini, itu mengusulkan kejahatan jangan kekerasan," kata Imam dalam diskusi Forum Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/02/2019).

"Kenapa seperti itu? Karena kalau kejahatan itu lebih luas cakupannya sementara kekerasan itu lebih sempit," imbuhnya.

Imam pun menjelaskan, alasan pihaknya dan masyarakat yang memilih menggunakan bahasa "Kekerasan" dan tidak menggunakan bahasa "Kejahatan", "Karena kalau kejahatan itu selalu ada pelaku dan selalu ada korban yang kemudian pelaku ini selalu dihukum,  ada pidananya,".

Sementara adalam RUU penghapusan kekerasan ini, kata Imam, pelakunya tidak harus dihukum tetapi bisa direhabilitasi. Karena bisa jadi, dalam sebuah tindak kekerasan seksual, seorang pelaku pada hakekatnya adalah korban. "Sehingga dia tidak layak untuk dijatuhi hukuman tetapi di rehabilitasi," ujarnya.

Namun Komnas Perempuan, kata Imam, sepenuhnya menyerahkan pilihan diksi tersebut kepada para ahli hukum. Imam memastikan, bagi Komnas Perempuan, yang terpenting adalah substansi dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu tidak tercerabut yaitu, melihat kebutuhan korban terhadap akses keadilan pemulihan.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, DPR akan membahas kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) setelah Pemilu 2019 rampung.

"Jadi pembahasan memang ada, kemungkinan besar akan dilakukan di bulan Mei setelah Pilpres dan Pileg," kata Rahayu dalam diskusi bertajuk “Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)?” yang digelar di Kompleks Parlemen, Selasa (26/02/2019).

Pasca pemilu, kata Rahayu, menjadi timing yang paling memungkinkan, mengingat ada beberapa RUU lain yang lebih dulu mengantre untuk dibahas.

"Salah satunya adalah RUU praktik pekerjaan sosial yang juga masih menunggu dan bahkan sudah masuk terlebih dahulu di komisi VIII sejak tahun 2014. Itu juga adalah PR kita terbesar," ujar Rahayu.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/