Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
17 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
14 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
14 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
14 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
15 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Soal Pembakaran Bendera Tauhid oleh Banser, Tokoh NU Jatim: Biarkan TNI/Polri yang Jaga NKRI

Soal Pembakaran Bendera Tauhid oleh Banser, Tokoh NU Jatim: Biarkan TNI/Polri yang Jaga NKRI
Rabu, 24 Oktober 2018 20:41 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
SURABAYA - Terkait pembakaran bendera Tauhid oleh sejumlah oknum Banser, Dewan Kurator Museum NU, Drs H Choirul Anam, mengaku prihatin dan sedih. Ia menganggap Banser saat ini sudah melenceng dari cita-cita organisasi NU.

"Banser jangan menjadi jangkrik. Warga NU tidak boleh menjadi jangkrik yang mudah diadu domba oleh kepentingan orang lain. Pembakaran kalimat tauhid, apa pun alasannya, ini sangat berbahaya. Ini menandakan rendahnya kelas kita," tegas Cak Anam melalui pesan elektroniknya kepada redaksi, Rabu (24/10/2018).

Tokoh NU Jawa Timur ini mengatakan, kebijakan Banser-GP Ansor akhir-akhir ini perlu diluruskan. Termasuk semangatnya menolak paham Wahabi, menolak sistem khilafah, dan bahkan dalam menjaga keutuhan NKRI.

"Wahabi itu sudah ada sejak dulu, sejak zaman Mbah Hasyim dan Mbah Wahab. Tirulah cara-cara beliau dalam menghadapi serangan wahabi. Tidak ada pembubaran pengajian, tidak pula menolak tokoh (dai) untuk ceramah. Kiai-kiai NU itu jagonya bahtsul masail, dengan pencerahan (ngaji) umat paham, mana yang harus diikuti," jelasnya.

Ironisnya, jelas mantan Ketua Umum DPP PKNU itu, tokoh populer seperti Ustaz Abdul Somad (UAS) pun ikut ditolak.

"UAS itu jelas NU, pernah menjadi pengurus NU. Bahkan mendengar isi taushiyahnya, UAS itu Islam ahlussunnan wal jamaah. Lho kok ditolak dengan alasan dekat dengan HTI," tambah Cak Anam heran.

"Penjaga NKRI itu sudah ada, negara ini memiliki TNI yang terdiri dari Angkatan Laut, Darat dan Udara. Ada polisi yang menegakkan aturan main. Mereka ini bukan hanya digaji, tetapi juga dipersenjatai. Ingat sejarah bubarnya DI/TII. Lha Banser? Apa mau gantikan peran TNI-Polri," tandasnya.

"Kalau memang terbukti Wahabi dan HTI membahayakan keutuhan NKRI dan Pancasila, biar Polri dan TNI yang memberangus sebagaimana pernah dilakukan dalam penumpasan DI/TII dan Permesta," tegasnya.

Menurut Cak Anam, alasan HTI adalah kelompok radikal, juga patut diuji. Karena dalam sejarahnya, radikalisme itu justru bukan dari Islam.

"Baca sejarah! Kalau masih ingin mencermati gerakan radikalisme Indonesia, embrionya sudah pernah ada dan tercatat dalam sejarah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah peristiwa tanggal 18 Agustus 1945," lanjut mantan Ketua DPW PKB Jawa Timur ini.

Kala itu, kata Cak Anam, PPKI yang dipimpin Soekarno-Hatta bermaksud menggelar sidang untuk mengesahkan UUD 1945 yang, telah disepakati bersama dalam BPUPKI, sejak Juni sebelumnya.

Tapi sidang PPKI terpaksa ditunda beberapa jam lantaran ada gugatan dari kelompok radikal terhadap UUD yang telah disepakati tersebut. Gugatan kelompok radikal ini disertai ancaman akan memisahkan diri dari NKRI, jika UUD yang telah disepakati itu tidak dilakukan perubahan.

"Inilah golongan radikal itu. Di saat para pendiri bangsa menghadapi masa sulit, mempertahan kemerdekaan RI yang baru sehari diproklamirkan dari serbuan darat, laut dan udara serta di meja perundingan Kolonial Belanda dan sekutunya, justru kelompok radikal ini menggunakannya untuk menekan perubahan UUD yang telah disepakati bersama. Banser dan GP Ansor harus tahu itu," jelasnya.

Jadi pembakaran kalimat tauhid, apa pun alasannya, menurut Cak Anam, itu menunjukkan bila Banser masih sekelas jangkrik, mudah diadu domba orang lain. "Padahal, mestinya kita (umat Islam) seperti lebah sebagaimana gambaran Alquran. Tidak mudah emosi, dan tidak mudah dipermainkan orang. Tetapi memiliki militansi handal untuk menghadapi masalah yang benar-benar krusial," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/