Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
Olahraga
21 jam yang lalu
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
11 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
9 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
4
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
7 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
5
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
7 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
6
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
7 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Anggota Komisi VII DPR RI Desak Pencabutan Izin Pertambangan Emas PT CPM

Anggota Komisi VII DPR RI Desak Pencabutan Izin Pertambangan Emas PT CPM
Anggota Komisi VII DPR, Mukhtar Tompo. (dok. pribadi)
Rabu, 25 April 2018 18:08 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

PALU - Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo mendesak Kementerian ESDM segera meninjau ulang pemberian izin kawasan pertambangan emas di Wilayah Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu, Sulawesi Tengah. Kawasan pertambangan tersebut, dikelola PT Citra Palu Mineral. Hal itu disampaikan Mukhtar saat melakukan Kunjungan Spesifik Komisi VII DPR RI, di Palu, Rabu, (25/4/2018).

Sejak tahun 2007 kata Tompo, penambangan ilegal di Poboya menggunakan merkuri hingga tahun 2013. PT. Bumi Resources yang berkontrak dengan PT. Citra  Palu Mineral memulai sosialisasi. Namun hingga 2015 belum melakukan aktifitas. Karena lokasi tersebut, wilayah poboya merupakan masuk kontrak karya PT. Bumi Resources, yang dimiliki oleh Bakrie Grup.

Sampai tahun 2016 penambangan ilegal masih tetap berjalan. Namun belakangan  berubah dengan menggunakan sianida. Sampai hari ini, pertambangan yang dilakukan oleh CPM belum dilakukan pola pertambangan dalam dan masih menggunakan pola pertambangan lama, yaitu mengumpulkan material dan diolah sebagaimana dilakukan oleh rakyat.

"Saya berkunjung ke Poboya yang masuk dalam kawasan Blok 1 PT. CPM. Sepanjang jalan Poboya saya melihat hampir semua masyarakat melakukan pemisahan material emas secara tradisional, yang belum dikontrol penggunaan bahan bakunya oleh pemerintah. Saya menduga mereka rata-rata masih menggunakan Merkuri," ujarnya.

Mukhtar Kapoksi Komisi VII Fraksi Partai Hanura ini menjelaskan, penggunaan merkuri sejatinya sudah dilarang setelah Indonesia meratifikasi konvensi Minamata di Jenewa. "Pelarangan tersebut telah tertuang dalam UU No.11 tahun 2017," jelasnya.

"Berdasarkan kunjungan Komisi VII tahun 2017 lalu, kami mendapatkan fakta bahwa Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah mengaku tidak dapat melakukan penertiban terhadap penambangan liar, karena menganggap tidak memiliki kewenangan melakukan tindakan terhadap penambang yang tidak memiliki izin," tandasnya.

Padahal, lanjut Mukhtar, pegangan Pemerintah Daerah dalam menangani penambangan liar seharusnya merujuk pada  UU Pertambangan dan UU perlindungan lingkungan hidup. "Dalam pasal 158, barang siapa melakukan pertambangan liar merupakan tindakan pidana. Harusnya Pemerintah daerah melaporkan ke pihak berwajib, tidak melakukan pembiaran," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/