Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
17 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
16 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
3
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
15 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
15 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
10 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
6
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
10 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Anggota DPD RI Minta Polemik Pergub Hukum Acara Jinayah Dihentikan

Minggu, 22 April 2018 19:11 WIB

BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Ghazali Abbas Adan, meminta agar perdebatan terkait dengan Pergub Nomor 5 Tahun 2018 tentang cambuk segera dihentikan.

Pasalnya kata Ghazali masih banyak pekerjaan lain yang harus dituntaskan untuk mewujudkan Aceh Hebat.

Hal demikian disampaikan Anggota DPD RI asal Aceh Ghazali Abbas Adan pada kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan bersama GPI Aceh di Aula Kesbangpol Aceh, Banda Aceh, Sabtu (21/04/2018).

Ghazali Abbas meminta agar persoalan menyangkut Pergub tentang hukum acara jinayat segera diselesaikan dengan prinsip saling menghargai, bukan dengan saling menghujat, memfitnah, provokasi yang tidak cerdas dan tidak beradab.

“Selesaikan baik-baik, jangan saling hujat menghujat, ini memalukan, kita mengaku orang beradab tapi pada prakteknya kita berbahasa dengan bahasa binatang. Sekarang bagaimana kita berfikir membangun Aceh yang sejahtera, Aceh damai, Aceh hebat, jangan kita habiskan baterai untuk hal-hal seperti ini,” ujar Ghazali Abbas.

Sementara itu sebelumnya, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Prof Dr Alyasa’ Abubakar, MA., menyebutkan ada dua hal yang bisa disimpulkan bahwa Pergub Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat tidak melanggar syariat. Pertama, secara fiqih, penjatuhan hukuman itu harus ada yang mengetahui dan menyaksikan.

“Berapa orang yang menyaksikan dan sebagainya, itu tidak dibatasi. Jadi, perintah bahwa hukuman itu disaksikan oleh orang-orang, itu diterjemahkan ke dalam qanun menjadi ‘terbuka’,” tandasnya.

Meskipun dalam terjemahannya bersifat terbuka, tetapi anak-anak tetap tidak diperbolehkan untuk melihat pelaksanaan hukum acara jinayat tersebut. Hal ini sesuai dengan isi pasal 262 ayat 2, Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat. “Masalahnya, dalam pelaksanaan uqubat cambuk selama ini terjadi pelanggaran qanun tersebut, yakni anak-anak ikut menonton prosesinya,” kata Alyasa’.

Penilaian kedua, kata Alyasa’, di dalam fiqih tujuan memberikan hukuman adalah untuk mengampuni dosa. Hukuman yang diberikan juga bukan untuk memojokkan orang-orang yang dihukum. Menurutnya orang yang sudah mendapat hukuman itu tergolong bersih.

“Dia kembali seperti orang biasa, karena sudah menebus kesalahannya. Tetapi, dalam praktik sekarang, ‘kan tidak demikian, selalu distigma negatif dan diejek,” tandas mantan Kadis Syariat Islam Aceh ini. Selain itu, ada juga kecenderungan mendokumentasikan pelaksanaan hukuman acara jinayat tersebut ke dalam bentuk video dan menyebarkannya ke media sosial.

Pertimbangan-pertimbangan seperti ini, kata Alaysa’, yang membuat Gubernur Aceh berinisiatif untuk mengubah lokasi pelaksanaan hukuman cambuk. Tujuannya agar anak-anak tidak berpeluang menonton lagi. Akhirnya penjara menjadi pilihan karena tempat tersebut dinilai paling aman dan jauh dari jangkauan anak-anak.

Alyasa’ menyarankan tempat alternatif pelaksanaan hukuman acara jinayat jika memang sebagian kalangan kurang sepakat. Tempat yang dimaksud adalah sebuah bangunan khusus yang dibuat untuk pelaksanaan hukuman cambuk agar tidak lagi terjadi pelanggaran terhadap isi qanun. Namun, menurut Alyasa’, tempat yang demikian membutuhkan waktu untuk membuatnya karena terkait dengan anggaran, lokasi, dan segalanya.

“Ini bisa menjadi solusi alternatif untuk jangka panjang,” kata Guru Besar UIN Ar Raniry ini.(rls)

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:Biro Humas Pemerintah Aceh
Kategori:Pemerintahan, Aceh
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/