Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
19 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
2
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
20 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
3
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
21 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
4
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
21 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
5
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
19 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
6
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
Umum
5 jam yang lalu
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Mahyudin: Penegakan Hukum di Indonesia Masih Lemah

Mahyudin: Penegakan Hukum di Indonesia Masih Lemah
Istimewa.
Kamis, 05 Oktober 2017 19:33 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Wakil Ketua MPR menilai salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah penegakan hukum yang lemah. Dalam penegakan hukum masih dirasakan hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

"Masyarakat merasakan hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," kata Mahyudin dalam pengantar ketika membuka Sosialisasi Empat Pilar MPR di Universitas Dehasen Bengkulu, Kamis (5/10). Sosialisasi yang diikuti ratusan mahasiswa Universitas Dehasen menghadirkan dua orang narasumber yaitu Hetifah (anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar) dan M. Toha (Fraksi PKB).

Mahyudin mengakui masyarakat merasakan adanya penegakan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. "Ketika menghukum orang yang punya kekuasaan sangat sulit tapi sebaliknya hukum langsung dijatuhkan pada rakyat kecil yang mencuri ayam," katanya memberi contoh.

Kepada para mahasiswa, Mahyudin menjelaskan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum positif. Dalam hukum positif ada asas praduga tak bersalah.

Dengan asas ini seorang tersangka belum tentu bersalah sampai hakim memutuskan seorang tersangka atau terdakwa bersalah. Karena itu ada proses praperadilan. "Karena seorang tersangka belum tentu bersalah. Tapi kadang masyarakat berkehendak orang yang menjadi tersangka pasti bersalah," jelasnya.

Mahyudin sempat menyinggung proses pra-peradilan untuk status tersangka pada Ketua DPR Setya Novanto. Untuk menjadi tersangka harus diperkuat dengan dua alat bukti. Sepanjang belum menemukan alat bukti yang cukup maka seseorang tidak bisa dijadikan tersangka. Ketika menang dalam pra-peradilan maka seseorang tidak bisa dijadikan tersangka karena tidak memiliki alat bukti yang cukup.

Mahyudin berpendapat Cepi Iskandar, Hakim Tunggal pada pra-peradilan Setya Novanto, sudah menjalankan tugas secara profesional. "Dia (Hakim Cepi Iskandar) tidak terpengaruh apa-apa. Tidak ada orang yang kebal hukum di negeri ini. Harus ada sedikitnya dua alat bukti untuk menjadikan seorang tersangka," kata Mahyudin

Selain masalah penegakan hukum yang lemah, Mahyudin juga menyebutkan masalah kebangsaan lainnya seperti pemahaman agama yang sempit, masih adanya fanatisme kedaerahan, kurangnya pemahaman atas kemajemukan bangsa, kurangnya keteladanan, pengaruh negatif globalisasi.

"Itulah tantangan-tantangan kebangsaan yang melatarbelakangi MPR melakukan Sosialisasi Empat Pilar MPR. Dengan sosialisasi Empat Pilar MPR kita menghadapi tantangan internal dan eksternal itu," ucapnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/