Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
16 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
2
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
20 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
3
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
Olahraga
19 jam yang lalu
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
4
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
Olahraga
17 jam yang lalu
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
5
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
Olahraga
17 jam yang lalu
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
6
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
16 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Home  /  Berita  /  GoNews Group

113 Tahun Pacu Jalur Kuansing: Pernah untuk Perayaan Kelahiran Ratu Helmina Hingga Tradisi yang Kini Menasional

113 Tahun Pacu Jalur Kuansing: Pernah untuk Perayaan Kelahiran Ratu Helmina Hingga Tradisi yang Kini Menasional
Jalur Siposan Rimbo RAPP.
Jum'at, 26 Agustus 2016 06:41 WIB
Penulis: Wirman Susandi
TELUKKUANTAN - Pacu jalur merupakan identitas dan jati diri masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Perlombaan perahu panjang atau yang lebih populer dengan jalur sudah ada sejak 113 tahun lalu.

Jika dilihat dari sejarah, jalur tak lebih dari? sebuah alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat yang hidup di sepanjang aliran Sungai Kuantan. Sebab, pada umumnya masyarakat hidup di pinggiran Sungai Kuantan atau sebagian masyarakat Riau menyebut Sungai Indragiri.

Sebenarnya, sungai ini memiliki keunikan tersendiri. Dari segi nama, satu aliran sungai ini memiliki tiga nama. Dimana, hulunya berada di Sumatera Barat. Masyarakat di sana memberi nama Sungai Ombilin dan di Kuansing dinamai Sungai Kuantan. Ketika sampai di Indragiri Hulu, sungai ini disebut Sungai Indragiri. Ya, sungai ini merentang dari Sumbar hingga Indragiri Hilir.

Kembali ke jalur, jalur mulai dilombakan ketika Belanda yang memiliki keresidenan di Kuansing merayakan hari kelahiran Ratu Helmina.? Tepian tertua yang dijadikan arena pacu adalah Lubuk Sobae Baserah.

Seiring perkembangan zaman dan pasca Indonesia merdeka, pacu jalur terus dilaksanakan. Namun tidak lagi untuk merayakan hari lahir Ratu Helmina, melainkan merayakan kemerdekaan Republik Indonesia. Karena itu, Pemerintah Indonesia menjadikan pacu jalur sebagai kalender pariwisata nasional yang selalu digelar pada bulan Agustus.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/25082016/rudifajarj-5106.jpgDirektur RAPP Rudi Fajar

Dari tahun ke tahun, perayaan iven pacu jalur selalu meriah. Bahkan, pesertanya tidak hanya berasal dari Kuansing, tapi juga dari kabupaten tetangga seperti Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Rokan Hilir, Kampar, Rokan Hulu dan Kota Pekanbaru.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Kuansing sedang dihadapkan dengan semakin menipisnya kayu jalur. Sebab, untuk membuatnya satu jalur membutuhkan kayu dengan panjang minimal 20 meter dan diameter paling kecil 100 cm?. Tentu, kayu tersebut sudah berumur ratusan tahun.

''Saat ini, populasi kayu jalur hanya sekitar 500 sampai 1.000 batang dan diperkirakan hanya bertahan selama lima tahun ke depan," ujar Plt Dinas Kehutanan Kuansing, Abriman, Kamis (25/8/2016) siang di Telukkuantan.

Dengan semakin menipisnya kayu jalur, Pemkab Kuansing meminta agar masyarakat menjaga dan merawat jalurnya dengan baik. Sebab, ke depan, Pemkab Kuansing berencana akan membatasi penebangan kayu jalur.

"Rencananya, satu desa hanya boleh menebang satu pohon di tahun itu. Tidak boleh lebih. Ini semata-mata untuk melestarikan budaya kita," ujar Abriman.

Dikatakan Abriman, saat ini hanya ada tiga tempat untuk mendapatkan kayu jalur. Yakni, kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh, Taman Nasional Teso Nil dan greenbelt RAPP.

"Kalau ke TNTN atau HLBB, prosedurnya sulit. Makanya, kita tidak punya opsi lain, selain di greenbelt RAPP," ujar Abriman.

Karena itu, lanjut dia, keberlangsungan pacu sangat tergantung dengan ketersediaan kayu dan ia mengucapkan terimakasih kepada RAPP yang telah menjaga greenbelt-nya.

"Kalau tak ada greenbelt RAPP, mungkin sudah sejak lama pacu jalur ini musnah. Untuk itu, kita berharap RAPP selalu merawat kayu jalur di kawasannya," ujar Abriman.

Secara terpisah, Direktur RAPP, Rudi Fajar menyatakan keberlangsungan pacu jalur merupakan tanggungjawab bersama. Tidak hanya RAPP, tapi juga seluruh masyarakat Kuansing.

"Saya kira, RAPP tidak serta merta menjamin ketersediaan kayu jalur. Tapi, kita semua, baik itu perusahaan, pemerintah dan masyarakat sama-sama menjaga? kebudayaan ini," ujar Rudi saat diwawancarai GoRiau.com sambil menonton pacu jalur.

Dikatakan Rudi, RAPP mempunyai tim khusus untuk melestarikan pacu jalur. Sebagai bagian dari masyarakat Kuansing, RAPP merasa bertanggungjawab untuk menjaga kearifan lokal.

"Ini sudah menjadi komitmen RAPP dalam melestarikan pacu jalur. Kita tidak hanya berpartisipasi pada setiap iven, melainkan kita selalu membantu masyarakat untuk 'maelo' jalur dari greenbelt sampai ke kampung," terang Rudi. Untuk tahun ini, bantuan RAPP mencapai Rp450 juta.

Agar pacu jalur tetap abadi sepanjang masa, RAPP sudah melakukan pembibitan sejak 10 tahun terakhir. Hal ini untuk mewanti-wanti krisis bahan baku jalur.

"Kita memiliki yang namanya nursery anakan kayu alam. Kayu-kayu alam yang ada, sudah mulai kita budidayakan. Kita terus menanam kayu alam untuk masyarakat Kuansing," terang Rudi.

"Semoga kayu yang kita tanam sekarang bisa dimanfaatkan oleh anak cucu kita kelak, tentunya untuk membuat jalur. Sebab, kita tidak ingin jalur ini terbuat dari fiber," pungkas Rudi sembari menebarkan tawa khasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/