POKJA MPM Desak Kapolri Usut Tuntas Kasus Human Trafficking di NTT
Penulis: Ordoriko
Sebelumnya Polda NTT telah membongkar jaringan perdagangan manusia (human trafficking) yang melibatkan tujuh jaringan.
Ketujuh jaringan perdagangan manusia yang berhasil dibongkar tersebut adalah kelompok jaringan YLR, WFS/D, ST, YN, NAT/SN, MF dan YP.
Terkait hal tersebut Koordinator Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia (POKJA MPM) ,Gabriel de Sola mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk usut tuntas kasus yang merendahkan martabat manusia tersebut.
"Saya mendesak Kapolri untuk usut tuntas dan proses hukum pelaku dan auktor intelektualis Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia khususnya NTT," ujar Gabriel kepada GoNews.co, Kamis (25/8/2016).
Lanjut Gabriel, pihaknya juga meminta Kapolri supaya kerjasama dengan Polisi Diraja Malaysia untuk usut dan proses hukum TPPO di Negeri Jiran.
"Kami juga mendesak Jaksa Agung copot Kejati NTT karena membiarkan penanganan perkara TPPO di NTT," tegasnya.
Diketahui, salah satu tersangka pelaku human trafficking yang kini ditahan aparat Polres Kupang mengungkapkan fakta miris. Ada agen perekrut TKI ilegal asal Surabaya yang menukarkan satu unit mobil jenis Daihatsu Xenia dengan 20 orang calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal NTT.
Para calon TKW ilegal itu dibawa untuk bekerja di Sumatera Utara dan Malaysia. Pengakuan para tersangka pelaku tersebut disampaikan Kepala Kapolres Kupang AKBP Adjie Indra Dwiatma pada Selasa (23/8/2018).
Adjie mengatakan, para tersangka mengaku harga jual calon TKW asal NTT di Malaysia bervariasi mulai dari Rp 4,5 juta hingga Rp 27 juta.
"Harga jual calon TKW ini paling murah sebesar Rp 4,5 juta per orang. Selain itu, ada juga harga Rp 9,5 juta per orang, Rp 12,5 juta per orang, dan yang paling mahal Rp 27,5 juta per orang. Ada persaingan dalam perdagangan anak. Jika ada yang (menawar) lebih mahal, mereka menjual ke situ," ujar Adjie.
Harga para calon TKI ini, lanjut Adjie, sama seperti hukum pasar, yakni ketika stok calonTKW tidak ada maka harga akan mengalami kenaikan.
"Anak-anak asal NTT yang berusia rata-rata 15 sampai 16 tahun ini sama seperti sapi yang dijual di pasar, tergantung perusahaan yang membutuhkan. Jika ada tawaran yang lebih mahal, maka mereka (pelaku perdagangan orang) akan menjualnya ke situ. Para pelaku akan mencari untung yang sebesar-besarnya," ungkapnya. (***)
Editor | : | Muslikhin Effendy |
Kategori | : | GoNews Group, Peristiwa, Hukum, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur |