Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
24 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
19 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
3
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
19 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
4
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
19 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
5
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
18 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
6
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Olahraga
16 jam yang lalu
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Tahun 2030 Riau Diprediksikan Mengalami Krisis Pangan, Berikut Penjelasannya

Senin, 01 Agustus 2016 14:22 WIB
Penulis: Safrizal
tahun-2030-riau-diprediksikan-mengalami-krisis-pangan-berikut-penjelasannyaPakar Lingkungan, DR Elviriadi SPi MSi
SELATPANJANG - Pakar Lingkungan DR Elviriadi SPi MSi memprediksikan kejadian buruk bakal menghampiri Provinsi Riau. Di tahun 2030, Provinsi Riau diperkirakan akan berada di ambang krisis pangan.

Demikian disampaikan Elviriadi saat berbincang-bincang dengan GoRiau, Senin (1/8/2016). Kata pakar lingkungan jebolan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) itu, luasnya lahan di Provinsi Riau yang telah dialih fungsikan tanpa perencanaan matang dapat menyebabkan krisis pangan yang serius.

"Luas hutan dan areal pertanian kita sudah diganti dengan tanaman monokultur yang tidak mampu men-suply kebutuhan pangan bagi 4,3 juta penduduk propinsi ini. Padahal, potensi buah buah-buahan, sayuran, obat-obatan, banyak tersedia dalam biodiversitas hutan tropis bergambut di Riau," katanya kepada GoRiau.

Katanya lagi, Jatna salah seorang rekannya yang merupakan peneliti CI Conservasi Internasional (CI) menemukan sekitar 216 jenis buah-buahan di hutan Riau pada tahun 1990 lalu, yang blm diketahui masyarakat luas. Namun, lantaran negara tidak membuat perencanaan pembangunan berbasis knowledge dan riset, maka areal pertanian, perkebunan, HTI, sawit, perikanan darat saling tumpang tindih. Bahkan apa yang mau dicapai pada jangka panjang untuk swasembada pangan (beras, ikan, sayur, buah, red) tidak terencanakan.

Dipaparkan Elviriadi lagi, saat ini pemerintah disibukkan dgn politik kekuasaan. Sehingga, sumberdaya alam kita tidak kelola dan dimanfaatkan dengan visi yang kuat. Jadi kebijakan di sektor vital ini bebas, terbuka, fluktuatif, tidak terkontrol oleh Bappenas/ Bappeda. Maka yang paling acceseble (mudah mengakses) adalah kelas pengusaha yang berkepentingan dengan sumberdaya alam kita. Pemerintah ngikut saja, malah ada diberikan ke swasta hingga 100 tahun (SK Menhut 327/2009) untuk kelola sumberdaya alam secara monokultur.

"Mana hak masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangannya?," tanyanya.

Masih menurut Elviriadi, sementara di sisi lain, pertumbuhan penduduk, kebutuhan tanah pemukiman atau perumahan terus meninggi. Itu juga "haus" lahan, harus ditata space lahannya.

"Saya melihat, dengan tidak jelasnya apa yang mau dicapai, langkah dan strategi apa yang harus ditempuh, tahun apa kita akan jadi apa, serta visi pengelolaan SDA dan pangan kita yang nyaris tak terdengar, Riau akan krisis pangan, kira kira 15 tahun kedepan," ujar Elviriadi.

Dicontohkannya, ibarat lelaki bertubuh gempal apabila dia tidak mengubah pola makan, aktivitas fisik, maka bisa diprediksi berat badan orang tersebut pasti naik. Dia juga beresiko terkena diabetes, stroke, atau komplikasi penyakit. Dengan melihat lama masa izin konsesi (rata rata diatas 50 tahun) monokultur yang  tidak memperhatikan topografi tanah dan keanekaragaman hayati, tanpa perencanaan inter dan lintas sektoral, Ia khawatir air tanah akan mengering, Riau bakal menjadi gurun sahara pada tahun 2030 mendatang.

"Karena pupuk dan rekayasa bioteknologi tidak mempan lagi bila di atas 10 tahun dilakukan intensifikasi. Mau ekstensifikasi, lahan sudah habis. Kalau sudah begini, kita kebulou (lapar, red), Coy!," pungkas lelaki gampal ini mengakhiri wawancara. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/